Cerita Sahabat Tentang HUT RI

id ,

Cerita Sahabat Tentang HUT RI

Panjat pinang 17-an di Bulungan, Kaltara filosofinya adalah kerja sama untuk mencapai tujuan (Datiz)

Oleh HM. Nasir Yusoff
(Senior Editor Kantor Berita Malaysia Bernama/mantan Koresponden Bernama untuk Indonesia di Jakarta/Salah seorang Ketua Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia Indonesia/Iswami)

Tanjung Selor (Antara News Kaltara) - Tadi malam tak semena-mena, singkong yang dibeli isteriku siangnya, ku potong-potong dan bersihkan. Setelah digaul sedikit garam kunyit, ku steam dan setelah agak empuk lalu ku goreng deep fry.
Anak-anak ku berlari ke dapur melihat apa yang sedang aku masak. Setelah melihat singkong yang udah siap digoreng, mereka lalu serentak bersuara... 'singkong keju ya papa...'. Aku mengangguk dan menunggu reaksi mereka selanjutnya. Namun tidak ada. Masa udah lupa anak-anakku? Ku bertanya dalam hati.
Ketika sudah siap diparut keju dan ditaburi susu manis manakala satu porsi lagi ditaburi coklat keju... baru mereka bersuara ; "Esok tanggal 17-an ya... Dirgahayu Indonesia!"
Dalam hati kecil ku mensyukurinya, mereka tidak lupa tanggal keramat itu yang selama enam tahun menjadi sebahagian hidup mereka yang membesar dan bertumbuh di Jakarta.
Memang tanggal 17 Agustus sangat keramat. Bukan sahaja keramat sebagai tanggal sebuah kemerdekaan. Namun lebih keramat apabila segenap lapisan rakyat Indonesia diceruk rantau mana sekalipun bersungguh-sungguh merayakannya. Iya, di Indonesia rakyat jelata merayakan sambutan kemerdekaan dengan sepenuh hati.
Ribuan event kecil dan besar digelar, dianjurkan sendiri oleh rakyat. Manakala di banyak negara lain, hari kemerdekaan merupakan sambutan yang diinisiatifkan oleh kerajaan.
Tidakkah ia menjadi lebih besar dan sangat bermakna apabila rakyat sendiri yang bangkit dengan cara mereka tersendiri meraikan kemerdekaan tanah air? Banyak yang sempat aku saksikan sepanjang enam tahun bertugas di Indonesia. Hampir setiap desa, setiap kelurahan malah setiap RT/RW ada perayaannya sendiri.
Dari perbarisan yang polos dengan berbaju raya berwarna warni berlilit merah-putih anak-anak kampung, ibu bapa malah ada kakek buyut yang ikut perbarisan keliling kampung.
Disusuli acara sukaneka kampung seperti memanjat batang pinang untuk merebut hadiah-hadiah yang terpacak di puncak batang pinang yang dilumuri minyak itu, adalah suatu pemandangan yang asyik dan memberi kepuasan dalam tawa dan hingar bingar, mendorong dan mendorong lagi dengan tepuk sorak pasukan yang gagal agar bangkit dan mencoba lagi dan lagi.
Di Indonesia, aku salut dan tabik hormat rakyatnya yang mengeluarkan wang untuk belanja membeli sendiri bendera keramat merah-putih mereka. Dengan penuh kebanggaan mereka menghiasi bendera keramat itu di mana-mana di sekitar rumah, di sekolah, di sawah, di titian sungai, di mobil, di beca, malah di kereta sorong anak-anak.
Di negara lain biarpun bendera negara dibekalkan dan diberi percuma oleh pemerintah, malah seperti tidak dinilai sedikitpun apabila sangat sedikit rumah berhias bendera negara.
Oh, Indonesia... banyak yang boleh kami pelajari dari semangat menyambut kemerdekaan mu!