Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama pengkaji Balai Konservasi Borobudur (BKB) mengungkap adanya 63 spesies tumbuhan era Jawa kuno melalui identifikasi relief pada kisah Lalitavistara di Candi Borobudur.
Peneliti Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi LIPI Destario Metusala kepada ANTARA dari Jakarta, Jumat mengatakan dari 120 panel cerita relief Lalitavistara yang ada di bagian atas Lorong I Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, setidaknya 63 spesies tanaman terungkap secara menyakinkan.
Meskipun demikian, katanya, masih ada 21 tumbuhan yang belum dapat diidentifikasi di level spesies karena kondisi relief yang kurang baik. Erosi pada relief telah mengaburkan morfologi tanaman sehingga mempersulit identifikasi.
Terdapat 34 famili dan 53 genus berbeda dari 63 spesies tumbuhan yang terungkap tersebut. Berdasarkan jumlah spesies yang muncul dalam relief Lalitavistara, beberapa famili tanaman dominan antara lain 8 spesies Fabaceae, 6 spesies Moraceae, 4 spesies Myrtaceae, 4 spesies Apocynaceae, 4 spesies Meliaceae, 3 spesies Arecaceae, 3 spesies Sterculiaceae, 2 spesies Anacardiaceae, 2 spesies Calophyllaceae, 2 spesies Clusiaceae, dan 2 spesies Rutaceae.
Ada pula 4 spesies Syzygium, 4 spesies Ficus, 2 spesies Aglaia, 2 spesies Artocarpus, 2 spesies Garciania dan 2 Pterospermum yang merupakan beberapa genus dengan spesies yang paling bervariasi dalam relief Lalitavistara tersebut.
Dan jika relief-relief tersebut dibandingkan dengan naskah Lalitavistara Sutra dari India yang diperkirakan berasal dari Abad 3 Masehi, Destario mengatakan ditemukan 14 spesies tumbuhan yang sama, di mana dua merupakan tumbuhan asli Indonesia dan diduga kuat diintroduksikan juga ke India, dan tiga tumbuhan asli India dan diduga pernah didomestikasikan ke Indonesia pada masa Jawa kuno.
Sementara sembilan spesies tumbuhan lainnya tumbuh secara alami di kedua wilayah Indonesia dan India.
Temuan hasil penelitian yang dilakukan Destario dan rekan-rekannya di LIPI dan pengkaji dari BKB tersebut telah dipublikasi dalam Biodiversitas Journal of Biological Diversity dengan judul The identification of plant reliefs in the Lalitavistara story of Borobudur Temple, Central Java, Indonesia, pada 5 Mei 2020.
Menurut Destario, ini merupakan penelitian pertama, dan rencananya akan dilanjutkan pada kisah Karmawibhangga di 160 panel pada bagian kaki Candi Borobudur. "Insya Allah akan dimulai tahun depan," katanya.
Penelitian pada relief Borobudur tersebut dilakukan untuk memahami kearifan lokal nenek moyang dalam mengelola dan memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan. Sehingga, menurut dia, ke depan dapat mengadopsi nilai-nilai tertentu dari masa lalu.
Misalnya, ia mengatakan saat ini masih ada orang yang menganggap bahwa tebu itu spesies tanaman yang dibawa oleh penjajah untuk dikebunkan secara massal pada era Belanda. Padahal tebu itu asli tumbuhan Indonesia dan sudah dimanfaatkan sejak zaman kuno.
Selain itu, menurut dia, dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui konsep dasar konservasi tumbuhan yang pernah dilakukan oleh nenek moyang. Informasi tentang konsep tersebut dapat digali dari prasasti maupun dari relief.
Peneliti Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi LIPI Destario Metusala kepada ANTARA dari Jakarta, Jumat mengatakan dari 120 panel cerita relief Lalitavistara yang ada di bagian atas Lorong I Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, setidaknya 63 spesies tanaman terungkap secara menyakinkan.
Meskipun demikian, katanya, masih ada 21 tumbuhan yang belum dapat diidentifikasi di level spesies karena kondisi relief yang kurang baik. Erosi pada relief telah mengaburkan morfologi tanaman sehingga mempersulit identifikasi.
Terdapat 34 famili dan 53 genus berbeda dari 63 spesies tumbuhan yang terungkap tersebut. Berdasarkan jumlah spesies yang muncul dalam relief Lalitavistara, beberapa famili tanaman dominan antara lain 8 spesies Fabaceae, 6 spesies Moraceae, 4 spesies Myrtaceae, 4 spesies Apocynaceae, 4 spesies Meliaceae, 3 spesies Arecaceae, 3 spesies Sterculiaceae, 2 spesies Anacardiaceae, 2 spesies Calophyllaceae, 2 spesies Clusiaceae, dan 2 spesies Rutaceae.
Ada pula 4 spesies Syzygium, 4 spesies Ficus, 2 spesies Aglaia, 2 spesies Artocarpus, 2 spesies Garciania dan 2 Pterospermum yang merupakan beberapa genus dengan spesies yang paling bervariasi dalam relief Lalitavistara tersebut.
Dan jika relief-relief tersebut dibandingkan dengan naskah Lalitavistara Sutra dari India yang diperkirakan berasal dari Abad 3 Masehi, Destario mengatakan ditemukan 14 spesies tumbuhan yang sama, di mana dua merupakan tumbuhan asli Indonesia dan diduga kuat diintroduksikan juga ke India, dan tiga tumbuhan asli India dan diduga pernah didomestikasikan ke Indonesia pada masa Jawa kuno.
Sementara sembilan spesies tumbuhan lainnya tumbuh secara alami di kedua wilayah Indonesia dan India.
Temuan hasil penelitian yang dilakukan Destario dan rekan-rekannya di LIPI dan pengkaji dari BKB tersebut telah dipublikasi dalam Biodiversitas Journal of Biological Diversity dengan judul The identification of plant reliefs in the Lalitavistara story of Borobudur Temple, Central Java, Indonesia, pada 5 Mei 2020.
Menurut Destario, ini merupakan penelitian pertama, dan rencananya akan dilanjutkan pada kisah Karmawibhangga di 160 panel pada bagian kaki Candi Borobudur. "Insya Allah akan dimulai tahun depan," katanya.
Penelitian pada relief Borobudur tersebut dilakukan untuk memahami kearifan lokal nenek moyang dalam mengelola dan memanfaatkan keanekaragaman tumbuhan. Sehingga, menurut dia, ke depan dapat mengadopsi nilai-nilai tertentu dari masa lalu.
Misalnya, ia mengatakan saat ini masih ada orang yang menganggap bahwa tebu itu spesies tanaman yang dibawa oleh penjajah untuk dikebunkan secara massal pada era Belanda. Padahal tebu itu asli tumbuhan Indonesia dan sudah dimanfaatkan sejak zaman kuno.
Selain itu, menurut dia, dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui konsep dasar konservasi tumbuhan yang pernah dilakukan oleh nenek moyang. Informasi tentang konsep tersebut dapat digali dari prasasti maupun dari relief.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masuki M. Astro