Jakarta (ANTARA) - CEO Facebook, Mark Zuckerberg, berusaha menjauhkan perusahaannya dari Twitter dalam perseteruan dengan presiden AS Donald Trump, menyusul pergerakan Gedung Putih untuk menghapus undang-undang yang melindungi perusahaan media sosial.
Trump, yang tanpa bukti menuduh perusahaan media sosial bias terhadap kaum konservatif, meningkatkan serangannya di Twitter setelah perusahaan itu memasang label cek fakta pada dua cuitannya tentang surat suara pada Selasa (26/5) untuk pertama kalinya.
"Saya pikir saya memiliki kebijakan yang berbeda dari Twitter dalam hal ini," ujar Zuckerberg, dikutip dari Reuters, Sabtu.
Baca juga: Trump akan atur medsos pascaperseteruan dengan Twitter
Baca juga: Zuckerberg dan Bill Gates gotong-royong cari obat COVID-19
Kedua platform media sosial tersebut menghapus konten yang melanggar persyaratan layanan mereka, namun pendekatan Facebook, menurut Zuckerberg, telah "membuat kami berbeda dari beberapa perusahaan teknologi lainnya dalam hal menjadi lebih kuat dalam kebebasan berekspresi dan memberikan suara kepada orang-orang."
Sementara Facebook menaruh label pada postingan yang menyesatkan, Facebook mengecualikannya dari postingan milik politisi, keputusan yang oleh beberapa anggota parlemen dan kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden disebut membantu kebohongan berkembang secara online.
Tidak seperti Twitter, Facebook bekerjasama dengan sejumlah media untuk melakukan cek fakta (salah satunya adalah Reuters, menjadi mitra cek fakta Facebook, dan menerima kompensasi melalui program tersebut).
Perpecahan dengan Twitter itu terjadi saat Zuckerberg dalam beberapa bulan terakhir agresif untuk menindak kesalahan informasi, termasuk janji untuk menghapus konten postingan menyesatkan tentang virus corona di Facebook.
Facebook menghapus postingan terkait virus corona dari Presiden Brasil Jair Bolsonaro pada bulan Maret.
Baca juga: Twitter beri peringatan pada cuitan Trump karena "agungkan kekerasan"
Baca juga: Twitter tambah fitur penjadwalan cuitan
Zuckerberg mengatakan komentar Trump pada Selasa (26/5) dianggap tidak melanggar aturan Facebook.
Trump telah mengunggah klaim yang tidak berdasar, baik di Twitter dan Facebook, yang mengatakan bahwa gubernur California mengirimkan surat suara kepada siapa pun yang tinggal di negara bagian, "tidak peduli siapa mereka atau bagaimana mereka sampai di sana," meskipun surat suara hanya dikirim ke pemilih terdaftar.
CEO Twitter Jack Dorsey mengatakan klaim Trump "dapat menyesatkan orang untuk berpikir bahwa mereka tidak perlu mendaftar untuk mendapatkan surat suara."
Juru bicara Twitter mengatakan bahwa eksekutif senior, termasuk Dorsey, telah menyetujui keputusan untuk memberi label tweet Trump.
Twitter, terkadang berusaha untuk membedakan dirinya dari Facebook. Tahun lalu, Twitter mengumumkan larangan iklan politik saat kritik terhadap kebebasan berpendapat Zuckerberg mencapai puncaknya.
Baca juga: Facebook akan mulai verifikasi identitas akun viral
Baca juga: Instagram kini terintegrasi dengan Messenger Rooms
Baca juga: Facebook izinkan karyawan WFH selamanya
Trump, yang tanpa bukti menuduh perusahaan media sosial bias terhadap kaum konservatif, meningkatkan serangannya di Twitter setelah perusahaan itu memasang label cek fakta pada dua cuitannya tentang surat suara pada Selasa (26/5) untuk pertama kalinya.
"Saya pikir saya memiliki kebijakan yang berbeda dari Twitter dalam hal ini," ujar Zuckerberg, dikutip dari Reuters, Sabtu.
Baca juga: Trump akan atur medsos pascaperseteruan dengan Twitter
Baca juga: Zuckerberg dan Bill Gates gotong-royong cari obat COVID-19
Kedua platform media sosial tersebut menghapus konten yang melanggar persyaratan layanan mereka, namun pendekatan Facebook, menurut Zuckerberg, telah "membuat kami berbeda dari beberapa perusahaan teknologi lainnya dalam hal menjadi lebih kuat dalam kebebasan berekspresi dan memberikan suara kepada orang-orang."
Sementara Facebook menaruh label pada postingan yang menyesatkan, Facebook mengecualikannya dari postingan milik politisi, keputusan yang oleh beberapa anggota parlemen dan kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden disebut membantu kebohongan berkembang secara online.
Tidak seperti Twitter, Facebook bekerjasama dengan sejumlah media untuk melakukan cek fakta (salah satunya adalah Reuters, menjadi mitra cek fakta Facebook, dan menerima kompensasi melalui program tersebut).
Perpecahan dengan Twitter itu terjadi saat Zuckerberg dalam beberapa bulan terakhir agresif untuk menindak kesalahan informasi, termasuk janji untuk menghapus konten postingan menyesatkan tentang virus corona di Facebook.
Facebook menghapus postingan terkait virus corona dari Presiden Brasil Jair Bolsonaro pada bulan Maret.
Baca juga: Twitter beri peringatan pada cuitan Trump karena "agungkan kekerasan"
Baca juga: Twitter tambah fitur penjadwalan cuitan
Zuckerberg mengatakan komentar Trump pada Selasa (26/5) dianggap tidak melanggar aturan Facebook.
Trump telah mengunggah klaim yang tidak berdasar, baik di Twitter dan Facebook, yang mengatakan bahwa gubernur California mengirimkan surat suara kepada siapa pun yang tinggal di negara bagian, "tidak peduli siapa mereka atau bagaimana mereka sampai di sana," meskipun surat suara hanya dikirim ke pemilih terdaftar.
CEO Twitter Jack Dorsey mengatakan klaim Trump "dapat menyesatkan orang untuk berpikir bahwa mereka tidak perlu mendaftar untuk mendapatkan surat suara."
Juru bicara Twitter mengatakan bahwa eksekutif senior, termasuk Dorsey, telah menyetujui keputusan untuk memberi label tweet Trump.
Twitter, terkadang berusaha untuk membedakan dirinya dari Facebook. Tahun lalu, Twitter mengumumkan larangan iklan politik saat kritik terhadap kebebasan berpendapat Zuckerberg mencapai puncaknya.
Baca juga: Facebook akan mulai verifikasi identitas akun viral
Baca juga: Instagram kini terintegrasi dengan Messenger Rooms
Baca juga: Facebook izinkan karyawan WFH selamanya
Penerjemah: Arindra Meodia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri