Nunukan (ANTARA) - Ratusan ribu warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di Sabah, Malaysia, sebagian di antaranya belum menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.

Hal itu diakui oleh Nurmawati, pengelola CLC (Community Learning Center) United Malacca Keningau Negeri Sabah saat dihubungi via telpon, kemarin.

Ia mengungkapkan, TKI di perusahaan perkebunan kelapa sawit United Malacca Nabawan masih ada yang menolak menyekolahkan anak-anaknya.

Oleh karena itu, TKI tersebut seyogyanya mulai menyadari pendidikan bagi anak-anaknya dengan menyekolahkan pada pendidikan formal di sekolah Indonesia atau community learning center (CLC).

Mereka lebih memilih mengikutkan anaknya bekerja meskipun usianya telah memasuki masa-masa yang layak mendapatkan pendidikan. 

"Saya selalu memberikan pemahaman kepada orangtua atau TKI supaya tidak mengajak anak-anaknya bekerja di ladang," ujar Nurmawati.

Masih adanya TKI yang apriori terhadap pendidikan anak-anaknya ini, menyebabkan Nurmawati selalu berusaha keras agar menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak meskipun bukan di negaranya.

Rendahnya pemahaman TKI terhadap pendidikan inilah, dia mengaku mengalami kesulitan untuk merangkul anak-anak mereka untuk mengenyam pendidikan formal.

Kondisi ini banyak ditemukan pula di perusahaan lainnya sehingga menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi Nurmawati. 

Ia pun menuturkan, tidak patah semangat untuk berjuang terus memberikan kesadaran kepada TKI bersangkutan.

Guna mengantisipasi anak-anak usia 5-6 tahun agar tidak diajak ikut bekerja di ladang oleh orangtuanya, maka Nurmawati langsung mengambil anak-anak tersebut untuk bergabung pada sekolah yang dikelolanya.

Baca juga: PHK di Malaysia, TKI minta dipulangkan ke kampung halaman

Baca juga: Malaysia deportasi 450 WNI tahanan Imigrasi

Pewarta : Rusman
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024