Jakarta (ANTARA) - Penandatanganan perjanjian penyesuaian pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) Realignment Jakarta - Singapura menegaskan kedaulatan Indonesia.
"(Perjanjian itu) mengembalikan 249.575 kilometer persegi ruang udara yang selama ini masuk dalam pengelolaan Singapura," kata Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Abdul Kadir Jaelani, dalam siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Jumat malam.
Menurut Abdul, hal itu sebagai satu kemajuan bagi Indonesia.
Dia menilai perjanjian kedua negara itu tidak hanya dilihat sebagai persoalan kedaulatan, tapi lebih kepada aspek keselamatan penerbangan.
“Pendelegasian memang terjadi, namun hal itu dilakukan secara terbatas. Hal ini dilakukan semata-mata atas pertimbangan teknis operasional terutama aspek keselamatan,” kata Abdul.
Dirjen menjelaskan pada Konvensi Chicago 1944 tentang daulat atas ruang udara, Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982 secara tegas menyatakan negara-negara diharapkan dalam menetapkan FIR lebih menekankan aspek teknis dan operasional penerbangan dari pada mengikuti batas wilayah suatu negara.
“Di sini jelas bahwa standar yang diterapkan adalah aspek keselamatan. Ini satu hal yang objektif,” ujar Abdul.
Pengelolaan dan pendelegasian FIR bukan hanya terjadi pada Indonesia dan Singapura.
Dia mengatakan ada 55 negara yang mendelegasikan pengelolaan FIR di wilayahnya kepada negara lain.
Sebelumnya pada Selasa (25/1), Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S Iswaran menandatangani kesepakatan Flight information region (FIR) Realignment di The Sanchaya Resort Bintan, Kepulauan Riau.
Penandatanganan itu disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
FIR Realignment itu membahas pengelolaan ruang udara yang mencakup Kepulauan Riau, Tanjung Pinang, Serawak, dan Semenanjung Malaya.
Kesepakatan itu pun kemudian disampaikan kepada organisasi penerbangan sipil internasional (ICAO) untuk disahkan.
Dalam kesepakatan tersebut, Singapura mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan.
Terdapat beberapa poin kesepakatan yang pertama FIR melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia, termasuk Kepulauan Riau dan Natuna.
Hal kedua yakni Indonesia bertanggung jawab pada penyediaan penerbangan di wilayah informasi FIR Indonesia sesuai dengan batas-batas laut teritorial.
Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura dalam pemberian penyediaan jasa penerbangan (PJP) sebagian FIR Indonesia yang berbatasan dengan Singapura.
Lalu hal ketiga, pemerintah Singapura menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer untuk manajemen lalu lintas penerbangan (Civil Military in ATC-CMAC).
Kondisi itu tentu memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak ada pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat.
Kemudian kesepakatan keempat, Singapura wajib menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan jasa penerbangan yang diberikan pesawat yang terbang, dari dan menuju Singapura kepada Indonesia.
Pendelegasian PJP dievaluasi ketat oleh Kementerian Perhubungan.
Lalu hal kelima, Indonesia berhak mengevaluasi operasional pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan Singapura demi memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan ICAO.
Baca juga: Kemenhub minta FIR RI-Singapura harus dipahami menyeluruh
Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah jelaskan terkait kesepakatan FIR
Baca juga: Menhan Prabowo: Kesepakatan FIR dengan Singapura saling menguntungkan
Baca juga: INACA nilai FIR langkah maju penerbangan nasional
"(Perjanjian itu) mengembalikan 249.575 kilometer persegi ruang udara yang selama ini masuk dalam pengelolaan Singapura," kata Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Abdul Kadir Jaelani, dalam siaran pers Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Jumat malam.
Menurut Abdul, hal itu sebagai satu kemajuan bagi Indonesia.
Dia menilai perjanjian kedua negara itu tidak hanya dilihat sebagai persoalan kedaulatan, tapi lebih kepada aspek keselamatan penerbangan.
“Pendelegasian memang terjadi, namun hal itu dilakukan secara terbatas. Hal ini dilakukan semata-mata atas pertimbangan teknis operasional terutama aspek keselamatan,” kata Abdul.
Dirjen menjelaskan pada Konvensi Chicago 1944 tentang daulat atas ruang udara, Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982 secara tegas menyatakan negara-negara diharapkan dalam menetapkan FIR lebih menekankan aspek teknis dan operasional penerbangan dari pada mengikuti batas wilayah suatu negara.
“Di sini jelas bahwa standar yang diterapkan adalah aspek keselamatan. Ini satu hal yang objektif,” ujar Abdul.
Pengelolaan dan pendelegasian FIR bukan hanya terjadi pada Indonesia dan Singapura.
Dia mengatakan ada 55 negara yang mendelegasikan pengelolaan FIR di wilayahnya kepada negara lain.
Sebelumnya pada Selasa (25/1), Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi dan Menteri Transportasi Singapura S Iswaran menandatangani kesepakatan Flight information region (FIR) Realignment di The Sanchaya Resort Bintan, Kepulauan Riau.
Penandatanganan itu disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
FIR Realignment itu membahas pengelolaan ruang udara yang mencakup Kepulauan Riau, Tanjung Pinang, Serawak, dan Semenanjung Malaya.
Kesepakatan itu pun kemudian disampaikan kepada organisasi penerbangan sipil internasional (ICAO) untuk disahkan.
Dalam kesepakatan tersebut, Singapura mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan.
Terdapat beberapa poin kesepakatan yang pertama FIR melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia, termasuk Kepulauan Riau dan Natuna.
Hal kedua yakni Indonesia bertanggung jawab pada penyediaan penerbangan di wilayah informasi FIR Indonesia sesuai dengan batas-batas laut teritorial.
Indonesia akan bekerja sama dengan Singapura dalam pemberian penyediaan jasa penerbangan (PJP) sebagian FIR Indonesia yang berbatasan dengan Singapura.
Lalu hal ketiga, pemerintah Singapura menyepakati pembentukan kerangka kerja sama sipil dan militer untuk manajemen lalu lintas penerbangan (Civil Military in ATC-CMAC).
Kondisi itu tentu memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak ada pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat.
Kemudian kesepakatan keempat, Singapura wajib menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan jasa penerbangan yang diberikan pesawat yang terbang, dari dan menuju Singapura kepada Indonesia.
Pendelegasian PJP dievaluasi ketat oleh Kementerian Perhubungan.
Lalu hal kelima, Indonesia berhak mengevaluasi operasional pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan Singapura demi memastikan kepatuhan pelaksanaan ketentuan ICAO.
Baca juga: Kemenhub minta FIR RI-Singapura harus dipahami menyeluruh
Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah jelaskan terkait kesepakatan FIR
Baca juga: Menhan Prabowo: Kesepakatan FIR dengan Singapura saling menguntungkan
Baca juga: INACA nilai FIR langkah maju penerbangan nasional
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Ahmad Buchori