Tarakan (ANTARA) - Ketua FKPT (Forum Kordinasi Pencegahan Terorisme) Kalimantan Utara menyatakan guna mencegah penyebaran virus radikalisme di sekolah maka perlu memperkuat trilogi pilar pendidikan, yakni rumah, sekolah dan lingkungan.
"Perkuat trilogi pilar pendidikan karena ini salah satu cara pertahanan terbaik mencegah dari penyebaran virus radikalisme bagi pelajar," kata Ketua FKPT Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen di Tanjung Selor, Sabtu malam (16/07/2022).
Hal itu disampaikannya saat jadi pembicara pada Dialog Kebangsaan "Mencegah Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme di lingkungan sekolah" digelar Pondok Pesantren Fatimah Az-Zahra Bulungan bekerja sama dengan Densus 88 Antiteror Kaltara.
"Ada beberapa faktor mengapa pelajar rawan terpapar radikalisme, antara lain karena usia mereka berada dalam fase pencarian jati diri, dalam kondisi labil ini gampang disusupi paham-paham tidak benar," ujarnya.
Faktor lain membuat pelajar rawan terpapar radikalisme karena kelemahan sistem pendidikan di Indonesia, misalnya pelajaran nilai kebangsaan dan moral hanya kepada guru PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) dan guru agama dengan durasi sangat terbatas.
Seharusnya semua guru ikut bertanggung jawab terhadap nilai-nilai PKn dan moral, yakni dengan mentransformasi semua guru menjadi pendidik bukan sekedar pengajar pada berbagai level lembaga pendidikan.
Ia mengutip data PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai radikalisme pada 2018, tercatat 57,03 persen guru baik pada level SD dan SMP yang memiliki pandangan intoleran di Indonesia.
Itu senada dengan data Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang merilis 48,9 persen siswa mendukung adanya tindakan radikal.
Ia juga menyarankan agar
Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) membuat model pembelajaran bermuatan pencegahan radikalisme, intoleransi dan terorisme bagi semua guru mata pelajaran dan jenjang.
"Selain itu, perkuat trilogi pendidikan. Khusus pilar lingkungan, maka para adik pelajar harus pintar memilih teman dalam pergaulan sosial," katanya dalam acara dihadiri puluhan pelajar sekolah umum dan pesantren.
Trilogi pendidikan digagas Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan bersumber pada tiga tempat, yaitu rumah, sekolah dan lingkungan, seperti dijelaskan Fudyartanta (1990).
Trilogi pendidikan menggambarkan tentang pentingnya kesinambungan pendidikan bukan hanya di sekolah namun juga di rumah serta besarnya pengaruh lingkungan bagi pelajar.
Baca juga: 391 orang cabut bai'at massal mantan anggota NII di Dharmasraya, Kadensus 88 AT Polri: Jumlah paling besar
"Perkuat trilogi pilar pendidikan karena ini salah satu cara pertahanan terbaik mencegah dari penyebaran virus radikalisme bagi pelajar," kata Ketua FKPT Kaltara Datu Iskandar Zulkarnaen di Tanjung Selor, Sabtu malam (16/07/2022).
Hal itu disampaikannya saat jadi pembicara pada Dialog Kebangsaan "Mencegah Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme di lingkungan sekolah" digelar Pondok Pesantren Fatimah Az-Zahra Bulungan bekerja sama dengan Densus 88 Antiteror Kaltara.
"Ada beberapa faktor mengapa pelajar rawan terpapar radikalisme, antara lain karena usia mereka berada dalam fase pencarian jati diri, dalam kondisi labil ini gampang disusupi paham-paham tidak benar," ujarnya.
Faktor lain membuat pelajar rawan terpapar radikalisme karena kelemahan sistem pendidikan di Indonesia, misalnya pelajaran nilai kebangsaan dan moral hanya kepada guru PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) dan guru agama dengan durasi sangat terbatas.
Seharusnya semua guru ikut bertanggung jawab terhadap nilai-nilai PKn dan moral, yakni dengan mentransformasi semua guru menjadi pendidik bukan sekedar pengajar pada berbagai level lembaga pendidikan.
Ia mengutip data PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai radikalisme pada 2018, tercatat 57,03 persen guru baik pada level SD dan SMP yang memiliki pandangan intoleran di Indonesia.
Itu senada dengan data Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang merilis 48,9 persen siswa mendukung adanya tindakan radikal.
Ia juga menyarankan agar
Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) membuat model pembelajaran bermuatan pencegahan radikalisme, intoleransi dan terorisme bagi semua guru mata pelajaran dan jenjang.
"Selain itu, perkuat trilogi pendidikan. Khusus pilar lingkungan, maka para adik pelajar harus pintar memilih teman dalam pergaulan sosial," katanya dalam acara dihadiri puluhan pelajar sekolah umum dan pesantren.
Trilogi pendidikan digagas Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan bersumber pada tiga tempat, yaitu rumah, sekolah dan lingkungan, seperti dijelaskan Fudyartanta (1990).
Trilogi pendidikan menggambarkan tentang pentingnya kesinambungan pendidikan bukan hanya di sekolah namun juga di rumah serta besarnya pengaruh lingkungan bagi pelajar.
Baca juga: 391 orang cabut bai'at massal mantan anggota NII di Dharmasraya, Kadensus 88 AT Polri: Jumlah paling besar