Jakarta (ANTARA) - Center of Economic and Law Studies (Celios) mengusulkan kepada pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) karena dinilai memberatkan para pekerja.
Tak hanya memberatkan pekerja dari segi iuran kepesertaan Tapera, berdasarkan simulasi ekonomi yang dilakukan Celios, aturan tersebut juga berpotensi menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp1,21 triliun.
"Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha.” kata Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Huda menilai iuran kepesertaan Tapera pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah. Jika pekerja berpendapatan di atas upah minimum regional (UMR), maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen.
Ia menilai di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, potongan tersebut memberatkan. Oleh karena itu, wajar menurut Huda apabila terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi ojek daring.
Ia juga mencermati dampak selama kebijakan Tapera berjalan, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi.
“Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan Tapera berpotensi menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan.
“Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain,” tutur Bhima.
Oleh karena itu, dalam policy brief yang diterbitkan Celios, terdapat setidaknya 7 rekomendasi untuk perbaikan Tapera.
Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela.
Kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera termasuk asesmen imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana.
Ketiga, memperkuat tata kelola dana Tapera dengan pelibatan aktif KPK, dan BPK.
Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat agar kenaikan harga rumah bisa di imbangi dengan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah dan bawah.
Kelima, mengendalikan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian.
Keenam, menurunkan tingkat suku bunga KPR baik fixed (tetap) maupun floating (mengambang) dengan efisiensi net interest margin (NIM) perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat.
Baca juga: Moeldoko bantah pemerintah biayai makan gratis dan IKN lewat Tapera
Baca juga: Sandiaga: Iuran Tapera tak semestinya dipukul rata ke semua pekerja
Tak hanya memberatkan pekerja dari segi iuran kepesertaan Tapera, berdasarkan simulasi ekonomi yang dilakukan Celios, aturan tersebut juga berpotensi menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp1,21 triliun.
"Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha.” kata Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Huda menilai iuran kepesertaan Tapera pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah. Jika pekerja berpendapatan di atas upah minimum regional (UMR), maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen.
Ia menilai di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, potongan tersebut memberatkan. Oleh karena itu, wajar menurut Huda apabila terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi ojek daring.
Ia juga mencermati dampak selama kebijakan Tapera berjalan, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi.
“Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan Tapera berpotensi menyebabkan hilangnya 466,83 ribu pekerjaan.
“Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain,” tutur Bhima.
Oleh karena itu, dalam policy brief yang diterbitkan Celios, terdapat setidaknya 7 rekomendasi untuk perbaikan Tapera.
Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela.
Kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera termasuk asesmen imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana.
Ketiga, memperkuat tata kelola dana Tapera dengan pelibatan aktif KPK, dan BPK.
Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat agar kenaikan harga rumah bisa di imbangi dengan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah dan bawah.
Kelima, mengendalikan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian.
Keenam, menurunkan tingkat suku bunga KPR baik fixed (tetap) maupun floating (mengambang) dengan efisiensi net interest margin (NIM) perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat.
Baca juga: Moeldoko bantah pemerintah biayai makan gratis dan IKN lewat Tapera
Baca juga: Sandiaga: Iuran Tapera tak semestinya dipukul rata ke semua pekerja