Hadiri Workshop, Gubernur Paparkan Kondisi Kaltara--Usulkan Pertemuan Serupa Digelar di Kaltara

id ,

Hadiri Workshop, Gubernur Paparkan Kondisi Kaltara--Usulkan Pertemuan Serupa Digelar di Kaltara

FOTO BERSAMA : Gubernur Kaltara, Dr H Irianto Lambrie berfoto bersama peserta Workshop Pemantapan Pemeriksaan dan Entry Meeting Laporang Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2016, di Hotel Clarion Makassar, Rabu (29/3). (dok humas)

Makassar (Antara News Kaltara) – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Dr H Irianto Lambrie menghadiri Workshop Pemantapan Pemeriksaan dan Entry Meeting Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2016, di Hotel Clarion Makassar, Rabu (29/3). Pertemuan ini merupakan tindaklanjut dari hasil pra audit yang dilakukan terhadap LKPD yang diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Pertemuan yang dihadiri oleh kepala daerah se-Indonesia Bagian Timur itu membahas sejumlah hal yang berkaitan dengan penyusunan LKPD TA 2016. Kaltara, sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) menjadi salah satu bagian dari workshop yang menghadirkan narasumber dari Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hamdani, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Saut Situmorang dan Anggota III BPK RI Prof Eddy Mulyadi Soepardi.

Dalam pertemuan tersebut, Irianto mengatakan pertemuan serupa dapat digelar di Kaltara guna memberikan pemahaman kepada seluruh jajaran instansi pemerintah kabupaten dan kota yang ada. Dengan begitu, sejumlah pihak dapat menyusun laporan keuangan pemerintah daerah yang berkualitas. “Saya berharap kegiatan ini dapat dilakukan di Kaltara, sebab kami sebagai DOB perlu banyak belajar dalam mengelola keuangan dan menyusun laporannya dengan baik,” kata Irianto.

Irianto menyampaikan sejumlah hal agar pengelolaan keuangan di Kaltara menjadi lebih baik. Menurut Irianto, bagi semua kepala daerah berkeinginan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Tapi kita di dalam negara kesatuan, sehingga daerah harus melakukan inovasi dan kreativitas untuk meningkatkan PAD. Namun, selalu terhambat oleh birokrasi serta aturan-aturan. Sementara, banyak aturan yang harus dipelajari agar kita tidak terjerat dalam suatu kesalahan,” jelas Irianto.

Selanjutnya adalah, perubahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Karena itu, dalam audit yang direncanakan perlu adanya penyesuaian atau masa transisi karena adanya OPD baru. Sebab, hadirnya aturan baru dan OPD baru akan mengakibatkan turunnya perolehan opini dari BPK. “Jadi harus ada masa transisi dalam audit yang dilakukan, sehingga daerah mampu mempertahankan opini yang sudah pernah diraih atau lebih ditingkatkan,” ulas Irianto.

Selain itu, persoalan diskresi yang menjadi situasi sulit bagi seorang kepala daerah. Sebab, jika ada kejadian luar biasa misalnya bencana alam atau pun lainnya, perlu melakukan penanganan secara cepat agar persoalan tersebut terselesaikan. Salah satunya dengan diskresi, yang berarti keputusan dan atau tindakan yang ditetapkan dan atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan atau adanya stagnasi pemerintahan. Namun, penggunaannya harus oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan tujuannya.

Karena itu, Irianto menyarankan, perlu adanya pertemuan lanjutan dengan sejumlah pihak khususnya dengan KPK, untuk membahas kembali soal diskresi sehingga tidak menyulitkan kepala daerah dalam mengambil keputusan. “Perlu kita lakukan pertemuan lagi, agar kebijakan yang diambil oleh seorang kepala daerah benar-benar tidak bertentangan dengan hukum,” jelasnya.

Sementara itu, Anggota III BPK RI, Prof Eddy Mulyadi Soepardi mengatakan, terdapat banyak faktor yang menyebabkan perbedaan PAD baik secara kualitas maupun kuantitas. Sebab, potensi yang dimiliki sejumlah daerah di Indonesia sangatlah beragam. “Karena kalau mau disamakan, potensinya harus sama, tetapi di Indonesia potensinya sangat beragam,” ujar Eddy.

Karena itu Eddy mengimbau kepada seluruh daerah agar dapat mengelola keuangan daerah dengan baik. Sehingga hal itu berdampak pada kesejahteraan masyarakat, khususnya Kaltara. Menurut Eddy, semua pembuat regulasi selalu memikirkan bagaimana rakyatnya bisa sejahtera. Hanya saja terjadi kendala pada tataran implementasi, sebab sejumlah daerah memiliki karakterj yang berbeda. “Sehingga pengelolaannya harus dengan baik. Risiko memimpin adalah meluruskan sesuatu yang tidak benar. Karena memimpin adalah mendidik,” jelas Eddy.