Ubah Paradigma HI, Yang Cepat Mengalahkan Yang Lambat

id ,

Ubah Paradigma HI, Yang Cepat Mengalahkan Yang Lambat

PERSPEKTIF : Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie kala memaparkan sejumlah upaya pembangunan di perbatasan Kaltara, termasuk cara diplomatis yang diterapkannya di hadapan peserta Venas VIII AIHI di Gedung Serbaguna Lantai 4 Rektorat Unmul Samarinda,

Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie menjadi keynote speaker Seminar Nasional dalam rangkaian acara Konvensi Nasional (Venas) VIII Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional (AIHI) di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Selasa (10/10) lalu. Apa saja tips yang disarankan Gubernur?

HUMAS PROVINSI KALTARA

Ilmu Hubungan Internasional (HI), menurut Gubernur dalam dunia global saat ini. Hanya saja, dalam perjalanannya, pengaplikasian ilmu tersebut tak lagi terfokus pada upaya diplomasi di atas meja, pembicaraan dalam rapat atau konvensi. Kondisi terkini, mengharuskan aplikator HI mampu untuk beradaptasi dan mengembangkan keilmuannya sesuai keadaan yang ada. “Yang harus diingat para praktisi HI, kini sudah tak berlaku lagi paradigma lama, bahwa yang besar akan mengalahkan yang kecil. Atau, yang lemah dikalahkan yang kuat. Yang ada kini, yang cepat mengalahkan yang lambat," kata Gubernur di hadapan peserta seminar kala itu.

Pria kelahiran Rantau, Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel) 18 Desember 1958 ini juga menegaskan bahwa, para praktisi HI di Indonesia khususnya, sedianya sudah dapat berpikir untuk melakukan reformasi pada sistem politik negara ini sehingga dalam pengkajian hubungan internasional, Indonesia benar-benar menggambarkan sebuah negara besar yang berdemokrasi dan bermartabat. "Sistem politik di Indonesia, tergambar saat Pemilu (Pemilihan Umum). Politik kita itu mahal, kurang mendidik juga sarat dengan aksi suap-menyuap. Bahkan, saat Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), orang tak takut atau segan-segan lagi untuk menyebar fitnah untuk keuntungan salah seorang atau pihak. Belum lagi di Medsos (Media Sosial), nyaris tanpa takut, seorang Gubernur bahkan Presiden dicaci maki," jelas suami dari Hj Rita Ratina ini.

Belajar dari pengalamannya tersebut, pejabat Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kalimantan Timur (Kaltim) periode 2009 hingga 2013 ini pun mencoba menunjukkan performa aktif guna mengubah perspektif lawas kerjasama internasional. Gubernur pun melecut pembangunan perbatasan sebagai titik tolak perubahan hubungan internasional antara Indonesia dengan negara lain, utamanya dengan Malaysia.

Dalam rekam jejaknya, ayah dari Tito Wiranata, Tiara Wulandari dan Arkanata Akram ini, menganggap penting penegasan kedaulatan Indonesia di mata negara tetangga, khususnya Malaysia. Ini merupakan hasil dari kunjungannya ke sejumlah daerah di Malaysia, dalam berbagai kesempatan. "Diplomasi itu tak harus lewat kegiatan yang umumnya dilakukan selama ini. Realisasinya lama dan berbelit. Di beberapa kesempatan, bisa pula dilakukan diplomasi dengan cara yang luar biasa, dengan keberanian memanfaatkan "kemarahan" dalam diri terhadap kondisi kita dalam perspektif kerjasama internasional itu. Seperti dengan Malaysia, saya sempat "marah" dengan Pemerintah Malaysia yang memperlakukan secara semena-mena warga Indonesia di sana. Saya pun menuntut perubahan agreement akan kerjasama terkait tenaga kerja dan beberapa hal lainnya. Alhamdulillah, Pemerintah Malaysia mendengarnya dan mulai membahas perubahan itu, bahkan ada yang sudah disepakati hingga memberikan keuntungan bagi Indonesia," beber alumni Doktor Ilmu Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini.

Wajah perbatasan juga perlu mendapat perhatian. Pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur patut ditingkatkan. Ini menurut pria pendiri dan Redaktur Pelaksana (Redpel) Surat Kabar "Mulawarman" pada 1980 hingga 1982 tersebut, secara kasat mata menunjukkan harga diri bangsa. Sebagaimana, pengalamannya berkunjung ke sejumlah negera Eropa, perbatasan benar-benar menjadi beranda terdepan bahkan "outlet" penegas keberadaan negara itu di dunia. "Sejauh pengamatan dan pengalaman saya, baru di Pemerintahan Presiden saat ini-(Presiden Joko Widodo) yang sangat intens dan realitatif terhadap pembangunan perbatasan. Memang, di pemerintahan sebelumnya ada beberapa kebijakan terkait perbatasan, tapi masih sebatas peraturan dan jarang sekali dimanifestasikan. Ini karena Presiden saat ini, menurut saya pribadi adalah sosok yang luar biasa, dan memang untuk membangun perbatasan butuh sosok dan cara yang luar biasa," jelas ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Komiter Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kaltim periode 1991 hingga 1994 ini.

Pemerintahan saat ini sangat mendengarkan apa yang dikeluhkan rakyatnya, tak terkecuali Kaltara. Alhasil, pada 2018 akan dikucurkan dana senilai total Rp 3 triliun untuk membangun perbatasan melalui sejumlah kementerian terkait. Didukung dengan kerja “luar biasa” Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara, kini wajah perbatasan Indonesia paling utara itu menjadi lebih "cantik" dari sebelum Kaltara terbentuk. Aksesibilitas menjadi pilihan utama untuk membuka keterisolasian masyarakat Indonesia di perbatasan. Disusul pembangunan infrastruktur penunjang kebutuhan hidup. "Kita bangun jalan hingga ke perbatasan negara (di wilayah Sei Ular). Jalannya aspal dan bagus. Ada juga pembangunan dan pengembangan Bandara (Bandar Udara) di wilayah perbatasan. Bahkan, kita bangun SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) untuk memberikan keadilan bagi masyarakat kita di perbatasan. Dalam hal ini, keadilan untuk merasakan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang sama dengan masyarakat di kota," ungkap alumni Sarjana Pertanian (S-1) Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Unmul Samarinda ini.

Dikabarkan pula oleh Gubernur, sejumlah Toko Indonesia akan dibangun di perbatasan Kaltara yang memiliki bentang hingga 1.098 kilometer itu. "Saya punya ide untuk mengecat Toko Indonesia itu dengan warna merah dan putih. Ini untuk menegaskan bahwa Indonesia ada, Indonesia mampu berbicara kepada negara lainnya, utamanya negara tetangga. Ditambah lagi, fungsi Toko Indonesia ini sebagai penyedia kebutuhan pokok bagi masyarakat perbatasan yang produknya dari dalam negeri sendiri dengan harga rata-rata," papar Gubernur di kegiatan yang dihadiri Laksmana Pertama (Laksma) TNI Achmad Djamaludin, Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dan Komandan Komando Resor Militer (Danrem) 091/ASN Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Irham Waroihan itu.

"Kemarahan" lain yang direalisasikan Pemprov Kaltara juga Pemerintah Indonesia dalam kaitannya dengan hubungan internasional, adalah penyediaan tenaga listrik yang memadai bagi masyarakat di perbatasan. Hal ini diperkuat lagi dengan rencana kesiapan Kaltara untuk pergeseran TNI ke wilayah perbatasan. "Dari beberapa wilayah di Indonesia, Kaltara terhitung paling siap untuk menerima pergeseran TNI hingga ke perbatasan. Tujuannya, untuk meperkuat beranda terdepan dari sisi pertahanan keamanan terhadap ancaman invasi negara lain. Juga untuk mengantisipasi tindakan kriminal melalui 14 ribu jalan tikus di perbatasan Kaltara, seperti penyelundupan barang ilegal, narkoba dan lainnya," tukas Gubernur.(bersambung)