Berani Merusak Lingkungan? Hukum Adat Bertindak

id ,

Berani Merusak Lingkungan? Hukum Adat Bertindak

UTUSAN INDONESIA : Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie beserta istri, Hj Rita Ratina berfoto bersama Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan istrinya, Sri Eliza di sela perhelatan COP-23 UNFCC di Kota Bonn, Jerman, belum lama ini. (dok humas)

Kekayaan alam berupa hutan yang dimiliki Kalimantan Utara (Kaltara), tak hanya sebagai potensi ekonomis, wisata ataupun konservasi. Lebih dari itu, keberadaan hutan juga menjadi tumpuhan hidup bagi masyarakat adat di sekitar sejak ratusan tahun silam.

Dr SUHERIYATNA, dari Bonn, Jerman

Tak hanya menggantungkan hidupnya dengan hutan, keberadaan masyarakat di sekitar hutan juga memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian hutan itu sendiri.

Demikian menjadi salah satu bahasan dalam Konferensi Perubahan Iklim se-Dunia atau Conference of the Parties-23 United Nations Framework Convention On Climate Change (COP-23 UNFCC) di Kota Bonn, Jerman. Di mana, Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie menjadi salah satu pembicara dalam forum penting begi kelangsungan hidup masyarakat internasional tersebut.

Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM), merupakan bagian dari jantungnya Kalimantan (Heart of Borneo), sekaligus paru-paru dunia menjadi salah satu yang menjadi sorotan dalam forum tersebut. Utamanya, mengenai bagaimana menjaga aset dunia yang tak ternilai itu.

Keberadaan hutan Kayan Mentarang yang merupakan jantung Borneo tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sejarah menyebutkan, kehidupan masyarakat Suku Dayak Ngorek sudah menghuni persekitaran kawasan Hutan Kayan Mentarang sejak 413 tahun silam.

Ditemukannya puluhan artefak bersejarah Dayak Kuno yang tersebar di beberapa tempat, menjadi bukti keberadaan masyarakat Dayak di kawasan tersebut. Heart of Borneo juga merupakan rumah dan sumber penghidupan bagi masyarakat lokal. Secara ekonomi, sosial budaya, mereka bergantung pada hutan untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari, obat-obatan, sarana tempat tinggal hingga untuk kegiatan ritual adat.

Melihat hal ini, menjadi lumrah jika masyarakat adat mati-matian mempertahankan keberadaan hutan. Hukum adat pun diterapkan, untuk menjaga kelestarian hutan yang menjadi sumber kehidupan mereka.

Dalam sebuah wawancara dengan televisi di Jerman, DW TV, Gubernur mendapat pertanyaan serupa. Yaitu bagaimana upaya menjaga kelestarian hutan di Kaltara. "Kaltara memiliki 4 kabupaten dan satu kota. Sebagian wilayahnya berupa hutan. Masyarakat di Kaltara, utamanya masyarakat Dayak yang menghuni sekitar hutan memiliki komitmen besar untuk melestarikan kekayaan alam ini. Dengan menerapkan hukum adat," ungkap Irianto menjawab pertanyaan wartawan di Bonn, Jerman.

Dikatakan, Kabupaten Malinau, salah satu daerah yang memiliki kawasan hutan terluas bahkan punya kebijakan khusus. Malinau mendeklarasikan sebagai Kabupaten Konservasi. Di mana, kabupaten tersebut memberlakukan hukum adat. "Bagi perusak lingkungan di Malinau, akan dikenakan sanksi adat," jelasnya.

Di samping oleh masyarakat sendiri, upaya pelestarian hutan juga dilakukan pemerintah daerah. Baik pusat, pemerintah provinsi, maupun kabupaten. Yaitu dengan bersinergi memberdayakan masyarakat di sekitar hutan. "Pemerintah daerah berupaya bagaimana hutannya tetap terjaga kelestariannya, dan masyarakat di sekitar semakin sejahtera," ungkap Irianto.

Diakuinya, selama ini masyarakat di daerah pedalaman, utamanya di sekitar hutan masih termarjinalkan. Sulitnya akses, menjadi penghambat bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan dunia luar, maupun dalam upaya mengelola kekayaan alam yang dimiliki.

Namun demikian, seiring berjalannya waktu, dengan tidak meninggalkan kultur budaya aslinya, masyarakat Dayak di sekitar kawasan Hutan Kayan Mentarang sudah semakin maju. Kehidupan masyarakat Dayak di masa lalu, meninggalkan berbagai adat dan budaya yang menjadi kekayaan yang terus dilestarikan hingga sekarang.

Pemerintah pun mulai turut andil dalam membangun peradaban di wilayah sekitar hutan tersebut. Berbagai sarana dasar untuk masyarakat dibangun. Seperti sarana pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur berupa jalan dan jembatan. Hal ini, tak lain menjadi upaya membuka akses dan keterisolasian.

Tak hanya sebagai paru-paru dunia yang wajib dilestarikan, keberadaan hutan di Kaltara yang masih perawan, juga memiliki fungsi sebagai menara air. Puluhan sungai utama di Kaltara dan Kalimantan Timur (Kaltim) berhulu di kawasan Heart of Borneo. Seperti Sungai Kayan, Sungai Mentarang, serta Sungai Malinau.

Salah satu program nyata dalam pemanfaatan potensi kekayaan alam berupa hutan di Kaltara, adalah dibangunnya sumber energi berbasis konservasi. Yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di beberapa aliran sungai besar di Kaltara, yang akan diharapkan akan menjadi sumber energi untuk kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.(*)