Tingkatkan Pendapatan, Gubernur Minta OPD Berinovasi

id ,

Jakarta (Antara News Kaltara) - Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie, menginginkan seluruh jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara untuk melakukan inovasi atau berkreasi dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Hal demikian disampaikan Gubernur, melihat masih minimnya Sumber Daya Manusia (SDM), serta sarana dan prasarana yang dimiliki Pemprov Kaltara. "Dengan keterbatasan SDM, maupun sarana dan prasarana, kita dituntut untuk berinovaso. Di samping juga perlu meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan, serta melakukan kerja sama dengan pihak terkait," ujar Irianto, Senin (11/12).

Di samping itu, lanjut Gubernur, dirinya juga menginginkan peningkatan kualitas SDM, deregulasi dan debirokratisasi guna memberikan kondisi yang kondusif untuk berinvestasi, izin usaha yang mudah dan mencabut atau membatalkan peraturan daerah (Perda) yang menghambat. "Pemerintah daerah pun perlu rutin melakukan pengawasan dan mengefektifkan Tim Saber Pungli (Sapu Bersih Pungutan Liar), dan meningkatkan kualitas pelayanan. Dalam artian, pelayanan itu menjadi cepat, tepat, ramah, santun, transparan, jujur dan bebas Pungli," bebernya.

Irianto juga menegaskan, beberapa hal yang perlu diperhatikan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan melalui PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Di mana, PDRD hanya dapat dipungut dengan menetapkan Perda. Guna mewujudkan hal itu, pemerintah daerah perlu melakukan persiapan untuk memungut jenis, objek dan tarif baru.

Disebutkan, objek PDRD dimaksud, sesuai petunjuk dari Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, adalah pajak hotel, pajak restoran, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB). Untuk tarif barunya, meliputi pungutan PDRD untuk pajak parkir, pajak hiburan, pajak mineral bukan logam dan batuan, PKB, BBN-KB dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB). Dan, jenis pajak baru yang potensial untuk dipungut di daerah, adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

"Pemerintah daerah juga harus menyiapkan anggaran untuk penyusunan Perda itu. Disamping itu, daerah juga perlu persiapan untuk memungut PBB-Perdesaan dan Perkotaan, menginventarisir seluruh Perda PDRD untuk disesuaikan dengan UU (Undang-Undang) No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta mengkaji potensi pajak dan retribusi yang ada di daerahnya," ulas Gubernur.

Hal tersebut menurut Irianto lagi, patut dilakukan. Mengingat didalam elemen penerimaan daerah dari PAD, Kaltara sangat mengandalkan pemasukan PDRD disamping unsur PAD lainnya. Seperti, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. "Yang pasti, daerah tidak boleh memungut pajak daerah selain yang ditetapkan dalam UU, dan tidak boleh memungut retribusi daerah selain yang tercantum dalam UU dan PP (Peraturan Pemerintah)," ucap Irianto.

Pentingnya peningkatan penerimaan daerah melalui PAD, juga tergambar dari diagram Derajat Otonomi Fiskal Provinsi tentang proporsi PAD terhadap total pendapatan per tahun anggaran. Dimana, pada 2016, rasio PAD terhadap total pendapatan di Provinsi Kaltara baru 16,18 persen.

Disampaikan juga, lantaran pendapatan daerah yang cenderung stagnan dalam pembiayaan APBD dan Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat, maka perlu kreativitas pemerintah daerah dalam mencari sumber penerimaan baru yang dapat menjadi pengganti berkurangnya Dana Perimbangan itu. "Caranya, dengan meningkatkan penerimaan PBB dan PPh yang diperoleh daerah," ucapnya.

Gubernur juga mengarahkan untuk dilakukannya optimalisasi pendapatan daerah. Upayanya dengan memperkuat proses internal, meningkatkan sosialisasi, membangun sistem, efisiensi biaya pemungutan, kerja sama dengan pihak lain, peningkatan mutu SDM, dan memperbaiki regulasi dan birokrasi. "Penggalian potensi sektor PPh itu diwujudkan lewat kegiatan Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP), kerja sama pertukaran data antar instansi terkait yang dapat digunakan untuk intensifikasi perpajakan," urai Irianto.

KSWP sendiri, diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 112 Tahun 2016 tentang Konfirmasi Status Wajib Pajak Dalam Pemberian Layanan Publik Tertentu Di Lingkungan Pemerintah Daerah. Di sini, diatur paling sedikit 9 perizinan yang wajib dilakukan konfirmasi kepatuhan perpajakannya harus diterapkan. Serta, pemerintah daerah perlu melakukan langkah-langkah sebagaimana Surat Edaran Mendagri No. SE-973/3953/S/Permendagri. "Kerja sama pemerintah daerah dan DJP (Direktorat Jenderal Pajak) tentang pertukaran data dan KSWP dapat dilakukan dengan pembuatan kesepakatan bersama. Selain itu, pemerintah daerah harus membuat Perda yang menindaklanjuti Permendagri No. 112/2016," urainya.