Pemprov Bentuk Tim Inver PTKH

id Pembentukan, Tim, Inver, Kaltara

Pemprov Bentuk Tim Inver PTKH

PENGELOLAAN LAHAN : Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie saat melakukan panen perdana kebun Karet PT KMS di Desa Binai, Tanjung Palas Timur, belum lama ini. (humasprovkaltara)

Tanjung Selor (Antaranews Kaltara) – Gubernur Bentuk Tim Inventarisasi dan Diversifikasi (Inver) Permohonan Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PTKH) Kaltara.

Hal itu sebagai upaya memberikan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat yang menguasai tanah pada kawasan hutan di Kalimantan Utara (Kaltara).

Menjadi kewenangan gubernur sebagai poros utama untuk melepaskan status lahan dari kawasan hutan menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Dalam implementasinya, melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalimantan Utara Nomor 188.44/K.68/2018, dibentuk Tim Inventarisasi dan Diversifikasi (Inver) Permohonan Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PTKH) Kaltara.

“Pembentukan tim ini, untuk memfasilitasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan di Kaltara. Tim ini juga berkaitan erat dengan program TORA (Tanah Objek Reformasi Agraria) yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk legalisasi tanah yang berada di dalam kawasan hutan,” kata Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie, Minggu (4/11).

Diungkapkan Gubernur, sesuai laporan yang disampaikan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kaltara Syarifuddin, ada 2 kabupaten, yakni Nunukan dan Malinau yang telah mengusulkan pelepasan status lahan dari kawasan hutan. Masing-masing dengan luas, 45.440,52 hektare dengan 16 kecamatan dan 15.968 hektare dengan 12 kecamatan.

“Secara teknis, usulan ini akan direkapitulasi untuk seleksi administrasi dan ditelaah hingga menjadi satu rincian dan rencana yang akan diinver oleh tim PTKH.

Lalu, dibuatlah rencana kegiatan inver Tim PTKH di lapangan lewat inventarisasi dan diverifikasi atas usulan tersebut. Hasilnya akan direkomendasikan melalui gubernur kepada Kementerian kehutanan,” papar Irianto.

Tim Inver PTKH ditargetkan melaksanakan tugas lapangan selama 2 minggu.

“Apabila dalam proses inventarisasi dan diversifikasi itu ada pergeseran tata batas yang sudah ditetapkan, maka lahan tersebut akan dikeluarkan dari kawasan hutan sehingga mudah untuk disertifikatkan,” terang Irianto yang didampingi Syarifuddin.

Sebagai informasi, saat ini Kaltara memiliki kawasan hutan sekitar 70 persen dari total luasan Kaltara. Sementara, kebutuhan minimal kawasan hutan dalam provinsi hanya 30 persen.

Sehingga apabila ada perubahan status lahan di dalam kawasan hutan, masih memungkinkan dilakukan tanpa perlu menggantikan hutan kawasan.

Hasil inventarisasi dan diversifikasi tersebut, lanjutnya, akan dirapatkan lagi oleh Dishut bersama dengan pihak terkait. Tujuannya, meluruskan rekomendasi yang ada melalui pihak Kementerian Perekonomian dan akan disampaikan kepada Kementerian Kehutanan.

“Apabila usulan yang sudah diinventarisasi dan diversifikasi ini disetujui, baru diselesaikan langkah-langkah selanjutnya,” kata Gubernur.

Guna memaksimalkan peran dan fungsi Tim Inver PTKH ini, Gubernur mengimbau kepada bupati/walikota meneruskan ke jajarannya, mulai dari lurah, camat, serta instansi terkait di jajaran pemerintah daerah setempat untuk dapat menyumbangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan menjadi bagian dari tim.

“Insya Allah, ditargetkan pertengahan bulan ini sudah selesai proses Inver itu. Lalu, hasilnya disampaikan ke kementerian terkait,” jelas Irianto.

Apa saja jenis penguasaan tanah yang dapat diakomodir program ini? Diterangkan Gubernur, sesuai Peraturan Presiden No. 88/2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan, objek kawasan hutan yang dapat dilakukan penyelesaian penguasaan tanah, adalah kawasan hutan pada tahap penunjukkan kawasan hutan yang meliputi hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.

Dan, kriteria tanah yang dapat diselesiakan atau dilegalkan dari kawasan hutan meliputi pemukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, lahan garapan, dan hutan yang dikelola masyarakat hukum adat.

“Untuk lahan garapan, harus sudah diberdayakan diatas 20 tahun. Sementara, jika penguasaan tanahnya kurang dari 20 tahun maka dilakukan mekanisme melalui perhutanan sosial. Kecuali, fasilitas umum dan fasilitas sosial, meski eksistensinya dibawah 20 tahun tetap akan dikeluarkan sertifikatnya,” tutup Gubernur.