Jakarta (ANTARA) - Khatib Shalat Idul Adha di Masjid Istiqlal Jakarta Ustad Yusuf Mansur menegaskan anak-anak perlu ditempa dengan kedisiplinan, diciptakan kondisi dengan segala kesusahan dan kesulitan, hadirkan tantangan untuk memperbesar impian mereka.

“Saya melihat penempaan anak-anak di pesantren relatif jauh lebih tangguh,” kata Ustad Yusuf saat memberikan khutbah di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu.

Anak-anak yang ditempa di pesantren, berhadapaan dengan kurangnya makanan, antrean panjang kalau jika ingin makan, buang air, mandi, bahkan makan siang dan makan malam, hingga beraktivitas dalam keadaan lapar.

Mereka juga berhadapan dengan berbagai hukuman kedisiplinan, beragam karakter dari sekian banyak anak-anak. Namun kesusahan di pesantren itu, nanti  mendewasakan para anak-anak santri.

Ustad Yusuf membandingkan suasana penempaan di pesantren dengan para anak-anak di rumah. Para orang tua mengetahui, seperti apa mereka di rumah, main “gadget” sepanjang waktu, susah dibangunkan, sepanjang waktu bermain, santai-santai, senang kalau diajak makan dan ke mal, tapi susah kalau diajak ke masjid.

“Kira-kira seperti itu,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Qur’an Tanggerang, Banten.

Ustad Yusuf menjelaskan bagaimana cara Allah SWT menempa dua putra keturunan Nabi Ibrahim AS. Pertama, Nabi Ismail sejak kecil sudah dihadapkan dengan kelas, yang bukan kelas seorang anak kecil. Bahkan Ismail dihadapkan pada perintah penyembelihan, sementara buat Ibrahim itu juga menjadi perintah yang tidak kalah beratnya dari perintah-perintah sebelumnya.

Sejumlah anak-anak yang mengikuti orang tua mereka melaksanakan ibadah salah Idul Adha 1940 hijriah/2019 masehi di Masjid Istiqlal Jakarta, Minggu (11/8/2019) (ANTARA/FAUZI LAMBOKA)

“Anak-anak yang malah sudah dirindukannya berpuluh-puluh tahun, tapi kemudian ketika hadir dan sudah bisa diajak bercanda, sudah bisa diajak bermain dan berusaha, tetapi kemudian Allah memintanya untuk menyembelihnya,” jelas Yusuf.

Menurut Yusuf, hampir semua nabi tidak pernah dibiarkan hidup manja, tidak keras, tanpa perjuangan, semuanya diberikan latihan mental yang luar biasa oleh Allah SWT kepada para nabinya.

Para nabi dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya diuji dengan beragam kesulitan dan kesukaran, dididik dengan tempaan fisik dan non fisik dan dihadapkan bahkan dicarikan musuh yang jauh lebih besar dari diri mereka.

Secara manusia, tidak ada nabi yang punya musuh gampang buat ditaklukan. Ustad Yusuf mencontohkan, Nabi Musa melawan Firaun, nabi Ibrahim lawannya Raja Namrud, Nabi Daud melawan Jalut sang raksasa.

Bahkan kata dia, Nabi Ibrahim dalam keadaan nyaman dan enak di Palestine yang subur, malah diperintahkan ke Mekkah yang tidak ada apa-apanya, tapi kelak Kota Mekah menjadi kota baru sampai sekarang. Mekkah yang beraktivitas selama 24 jam penuh.

Yusuf mengatakan orang-orang di masa kini, lebih menyukai kesenangan daripada kesukaran, lebih menyukai fasilitas dari pada perjuangan, lebih menyukai keadaan yang enak nyaman, senang, tapi tidak menyukai proses yang tidak enak, tidak nyaman bahkan sedihnya. Mereka hanya mau hasilnya tidak mau prosesnya.

“Seorang ayah yang kaya memanjakan anak-anaknya, dulu saya susah, jangan sampai anak-anak saya merasakan kesedihan seperti saya dulu. Akhirnya anak-anak itu yang nanti menjelma jadi orang susah, karena tidak dididik seperti pendidikan seperti pendidikan ayahnya, ketika ayahnya masih menjadi seorang anak kecil,” tegas Yusuf Mansur.

Pewarta: Fauzi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019