Perilaku masyarakat dalam membayar (kredit) semakin disiplin, semakin baik
Jakarta (ANTARA) - PT Pefindo Biro Kredit (PBK) optimistis penyaluran kredit secara nasional masih bisa tumbuh hingga 10 persen pada tahun ini meski dibayangi sejumlah tantangan baik global maupun domestik.

Direktur Utama PBK Yohanes Arts Abimanyu di Jakarta, Rabu, mengatakan dalam satu tahun terakhir terjadi peningkatan kedisiplinan masyarakat dalam membayar cicilan, yang ditunjukkan dengan pergeseran tingkatan risiko debitur dari berisiko tinggi menjadi berisiko rendah.

"Perilaku masyarakat dalam membayar (kredit) semakin disiplin, semakin baik. Inilah yang kita lihat mengapa kami masih optimistis bahwa pertumbuhan kredit bisa di level 10 persen," ujar Abi, panggilan akrabnya, saat jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Pefindo: Evaluasi kredit berkesinambungan kunci kendalikan NPL

PBK membagi debitur ke dalam lima tingkatan yaitu A (risiko sangat rendah), B (risiko rendah), C (risiko rata-rata/sedang), D (risiko tinggi), dan E (risiko sangat tinggi).

Pada 2019 lalu, terjadi penurunan sedikit untuk debitur grade D dan E masing-masing 12,38 persen dan 29,62 persen dari tahun sebelumnya 12,19 persen dan 29,15 persen. Jika ditotal kedua grade tersebut, turun dari sebelumnya 42 persen menjadi 41,34 persen.

Perubahan grade yang paling dirasakan yaitu pada grade C, dari sebelumnya 18 persen pada 2018 turun menjadi 13,28 persen.

"Untuk grade A, B, C, pada 2018 mencapai 57 persen, pada 2019 menjadi 58 persen. Terjadi pergeseran dari grade D dan E, ke A, B, C. Artinya sangat positif. Kami masih melihat perilaku masyarakat Indonesia masih baik walaupun 41 persen ada yang cukup berisiko tinggi, tapi masih banyak yang acceptable atau berisiko rendah," kata Abi.

Baca juga: Pefindo sebut bunga tinggi jadi tantangan penerbitan obligasi

Menurut Abi, potensi bisnis dalam penyaluran kredit lembaga jasa keuangan masih relatif baik. Kendati demikian, ada sejumlah tantangan pada tahun ini seperti potensi melemahnya konsumsi, dampak investasi asing yang rendah, defisit neraca perdagangan, perlambatan ekonomi global, hingga dampak penyebaran virus Covid-19.

"Kami mendorong lembaga jasa keuangan untuk memitigasi risiko kredit di tengah berbagai kondisi makro saat ini," ujarnya.

Terkait dengan dampak wabah Covid-19 terhadap perkreditan nasional, Abi menuturkan pihaknya belum melihat adanya dampak terhadap industri perkreditan karena PBK belum melihat pengaruhnya terhadap profil masyarakat selaku debitur.

"Kita akan lihat perkembangan secara bulan ke bulan, bagaimana profil risiko masing-masing. Apakah akan berdampak pada behaviour masyarakat, karena masih terlalu dini. Kami masih memotret 2019, 2020 baru satu dua bulan. Corona masih seminggu lalu, kami belum berikan komentar," ujar Abi.

Baca juga: BI proyeksikan pertumbuhan kredit 2020 pada kisaran 9-11 persen

Abi menambahkan pihaknya optimistis pertumbuhan kredit tahun ini masih bisa mencapai dua digit seiring ada gap antara suku bunga kredit dan suku bunga acuan Bank Indonesia.

"Kenapa kita masih positif, dari suku bunga kredit ada gap antara BI 7 Days di Januari 2020 sebesar 4,75 persen sehingga gap besar. Apabila bunga turun dari bank bisa dorong suku bunga. Kalau turun 100 basis poin bisa berikan efek besar bagi industri umumnya," kata Abi.

Baca juga: OJK: Pertumbuhan kredit perbankan 2019 hanya 6,08 persen

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020