Kami berharap hukum dan adili seluruh oknum yang terlibat pada proses pungutan liar
Blitar (ANTARA) - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Blitar, Jawa Timur melakukan unjuk rasa sebagai protes terhadap dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan sejumlah sekolah di Kabupaten Blitar saat pandemi COVID-19, dengan dalih membeli keperluan sekolah.

"Kami meminta aparat mengusut tuntas pungutan liar pada proses PPDB (Penerimaan peserta didik baru) 2020," kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang GMNI Blitar Ardan Abadan Malik, di Blitar, Rabu.

Pihaknya menemukan sejumlah sekolah yang masih melakukan praktik pemungutan dana dari orang tua siswa saat penerimaan siswa baru. Besarannya juga bervariasi, tergantung kebijakan sekolah. Untuk pendaftaran siswa diminta membayar antara Rp325 ribu hingga Rp1 juta.

Ia menilai hal ini cukup aneh. Saat pandemi COVID-19, aktivitas belajar mengajar anak-anak lebih banyak dilakukan lewat daring, namun orang tua tetap diharuskan membeli berbagai macam buku untuk anak-anaknya sekolah.

Misalnya, orang tua diminta membeli LKS (lembar kerja siswa) harganya bisa mencapai Rp300 ribu untuk empat mata pelajaran, seperti Geografi, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan Sejarah.

Selain itu, sekolah juga tetap memberikan beban kepada orang tua untuk membayar SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) anak-anak mereka. Padahal, Gubernur Jawa Timur sudah memberikan perintah bahwa SPP gratis termasuk tingkat SMA.

Pihaknya sangat menyayangkan dengan temuan tersebut. Terlebih lagi, dalih yang dipakai untuk membenarkan kebijakan sekolah dengan mengundang secara tertutup wali murid yang mengatasnamakan komite sekolah yang selanjutnya langsung dipaparkan tentang rincian biaya sekolah.

"Adapun dalih yang dipakai adalah mengundang secara tertutup wali murid mengatasnamakan komite sekolah, kemudian ditampilkan slide show yang berisi biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh wali murid, seperti biaya seragam dan lain lain," kata dia.

Saat itu, lanjut dia, juga dilarang melakukan foto. Diduga, hal itu guna menghindari bukti kecurangan. Padahal, dalam ketentuan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 bahwa komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah. Selain itu, juga dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/ walinya.

"Atas dasar itulah perihal pengumpulan yang mengatasnamakan komite sekolah kepada orang tua wali yang bermodus musyawarah/pemufakatan adalah kejahatan, karena pada dasarnya kejahatan juga bisa dilakukan melalui sebuah kesepakatan dan pemufakatan (pemufakatan jahat)," ujar dia.

Apalagi saat ini, masih di tengah pandemi COVID-19. Seluruh sektor terkena imbas. Pihaknya menilai yang dilakukan oleh oknum instansi pendidikan tersebut merupakan satu kejahatan besar atas aturan dan kemanusiaan.

"Kami berharap hukum dan adili seluruh oknum yang terlibat pada proses pungutan liar PPDB 2020," kata dia lagi.

Massa melakukan aksinya di depan Mapolres Blitar. Mereka juga membawa berbagai macam spanduk yang berisi kecaman kebijakan sekolah tersebut. Apalagi saat pandemi COVID-19 yang masih terjadi hingga kini. Mereka juga menyerahkan bukti dugaan pungutan tersebut ke polisi.

Mereka sempat ditemui oleh Wakapolres Blitar Kompol Himawan Setiawan, dan berjanji akan mempelajari dari bukti yang dibawa oleh para mahasiswa tersebut.

"Kami akan pelajari dan baru melakukan cek," kata Kompol Himawan.

Setelah dialog selesai dan data diserahkan, mahasiswa membubarkan aksinya. Mereka berharap, kasus itu ditindaklanjuti polisi.
Baca juga: Mahasiswa Blitar dukung MK harus independen

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020