Ratusan pegawai KPK diketahui pernah membuat petisi menyoal tindakan Deputi Penindakan yang terkesan kerap menghambat pengembangan perkara-perkara besar.
Jakarta (ANTARA) - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak sidang dugaan pelanggaran kode etik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang digelar pada Selasa (25/8) dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

"Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak agar sidang dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Dewas menjatuhkan sanksi berat kepada Ketua KPK diikuti dengan perintah agar yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya," ucap perwakilan koalisi Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Adapun sidang oleh Dewas KPK tersebut didasarkan atas tindakan Firli saat menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter dengan jenis helimousine saat perjalanan di Sumatera Selatan beberapa waktu lalu.

Baca juga: Dewan Pengawas KPK segera gelar sidang etik terhadap Firli Bahuri

"Tindakan ini amat mencoreng kredibilitas kelembagaan dan makin menciptakan situasi skeptisisme publik terhadap kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK," kata Kurnia yang juga peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.

Ia pun mengingatkan bahwa dugaan pelanggaran kode etik itu bukan kali pertama dilakukan oleh Firli.

Pada saat menjabat sebagai Deputi Penindakan, lanjut Kurnia, yang bersangkutan diduga sempat bertemu dengan pihak yang sedang berperkara di KPK.

"Bahkan, dalam sebuah kesempatan, dia juga diketahui sempat memberikan akses khusus terhadap salah seorang saksi yang akan diperiksa penyidik. Tak berhenti di situ, ratusan pegawai KPK diketahui pernah membuat petisi menyoal tindakan Deputi Penindakan yang terkesan kerap menghambat pengembangan perkara-perkara besar," tuturnya.

Pada saat itu, kata dia, Firli luput dari sanksi karena langsung ditarik oleh instansi asalnya, yaitu Polri.

Baca juga: Dewas KPK sidang pelanggaran etik Firli Bahuri pekan depan

"Secara konsisten sebagai Ketua KPK, Firli mempertahankan pola kerja seperti saat ia menjadi Deputi Penindakan. Mulai dari minimnya penindakan, menghasilkan banyak buronan juga tidak menuntaskan perkara-perkara besar. Menjadi hal wajar saat empat lembaga survei mengatakan bahwa terdapat penurunan tingkat kepercayaan publik pada KPK," ujar Kurnia.

Sebelumnya, Dewas KPK juga sudah memintai keterangan Firli dan juga Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Diketahui, dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tersebut diadukan oleh MAKI ke Dewas KPK pada Rabu (24/6).

Aduan MAKI tersebut adalah yang kedua di mana dalam aduan pertama diduga Firli melanggar protokol COVID-19 karena tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja.

Adapun inti surat yang dikirim ke Dewas KPK tersebut bahwa pada Sabtu (20/6), Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orang tuanya.

Baca juga: Firli Bahuri: "take home pay" pegawai KPK tak berkurang

Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO berkategori mewah (helimousine) karena pernah digunakan Motivator dan Pakar Marketing Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air.

MAKI menganggap hal tersebut bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.

Dalam Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi pada bagian integritas poin 27 disebut bahwa seluruh insan KPK tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat, terutama kepada sesama insan komisi.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020