Jakarta (ANTARA) - Rentetan gempa tektonik jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) mengguncang wilayah Curup, Rejang Lebong, Bengkulu sejak Rabu (16/12) dan terus berlanjut hingga Kamis (17/12).

"Gempa yang terjadi berupa rentetan sejak tadi malam (16/12) pukul 23.19.16 WIB berkekuatan 3,0 dengan kedalaman 3 kilometer. Sejak itu rentetan gempa terus terjadi dan enam gempa di antaranya dilaporkan guncangannya dirasakan warga," kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Berisiko merusak, waspadai gempa kerak dangkal akibat sesar aktif

Total telah tercatat 10 kali gempa, dan hingga siang ini BMKG masih mencatat gempa pukul 11.20.50 WIB dengan kekuatan 3,3. Bisa jadi aktivitas ini masih akan berlanjut, untuk itu masyarakat diimbau waspada.

Dia mengatakan gempa dipicu aktivitas Sesar Besar Sumatera tepatnya pada Segmen Ketaun. Sesar ini memiliki magnitudo tertarget 7,3 dengan laju geser 12 mm/tahun. Jalur sesar ini di sebelah timur Curup, ke utara melalui Muba hingga Muaraaman.

Di wilayah tersebut sudah beberapa kali terjadi gempa kuat dan merusak dipicu aktivitas sesar aktif. BMKG mencatat setidaknya sudah terjadi empat kali gempa kuat dan merusak hingga menimbulkan korban jiwa.

Gempat tersebut, yaitu pada 15 Desember 1979 magnitudo 6,0 merusak 3.600 rumah dan empat orang meninggal dunia. Pada 15 Mei 1997 magnitudo 5,0 merusak 65 rumah.

Kemudian pada 28 Oktober 2014 magnitudo 3,6 merusak 12 rumah dan dua tempat ibadah. Selanjutnya pada 15-20 Oktober 2017 terjadi rentetan gempa delapan kali gempa kecil magnitudo 2,5 - 3,5 yang menyebabkan beberapa rumah mengalami kerusakan ringan.

Baca juga: Rentetan gempa sesar aktif Sumatera selama Desember fenomena wajar

Baca juga: Gempa magnitudo 4,9 guncang Bengkulu tidak berpotensi tsunami


Aktivitas sesar aktif memang patut diwaspadai, karena dalam peristiwa gempa meskipun kekuatannya kecil di bawah 5,0 jika kedalamannya sangat dangkal dapat menimbulkan kerusakan, apalagi didukung kualitas bangunan dengan mutu rendah, tidak mengacu aturan bangunan tahan gempa.

"Jadi, faktor terpenting dalam menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian akibat gempa adalah mengadopsi dan menegakkan aturan bangunan gempa, disamping tata ruang dengan cara menjaga jarak bangunan dari jalur sesar aktif," ujar Daryono.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020