Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf mempertanyakan dampak pemberian hukuman kepada orang-orang yang tersandung Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap perbaikan atau kesehatan demokrasi.

"Ada tidak sih? Ini menjadi pertanyaan bagi saya," ujar dia.

Untuk itu, menurut dia, sebelum melakukan revisi UU ITE, maka terlebih dahulu harus dikaji apakah produk hukum tersebut bermasalah atau malah penyelenggara yang sebetulnya bermasalah, salah menafsirkan, salah menerapkan, salah menghukum orang dan sebagainya.

Baca juga: Perlu pertimbangan revisi UU ITE seiring pesatnya pengguna internet
Baca juga: Tim Kajian UU ITE undang asosiasi Pers
Baca juga: Yasonna jelaskan alasan pemerintah belum ajukan revisi UU ITE


Hal tersebut perlu ditelaah lebih jauh sebagai dasar revisi atau perubahan UU ITE jika jadi dilakukan oleh pemerintah.

Menurut dia, jika dilihat dari segi hukum revisi UU ITE tersebut sebenarnya ingin memadukan, menemukan, mengintegrasikan citra hukum dengan keadilan. Hal tersebut lah yang sebenarnya ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo.

"Jadi kalau ini ada masalah soal keadilan maka di hulunya yang kita perbaiki," ujarnya.

Setelah itu, maka langkah selanjutnya yang mesti dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika yakni memastikan soal kepastian hukum.

Di sisi masyarakat, revisi atau perubahan tersebut harus ada manfaatnya. Jika tidak ada maka tidak perlu ada perubahan, ujarnya.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021