Jakarta (ANTARA) - Direktur Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan faktor mobilitas atau pergerakan penduduk perlu menjadi pertimbangan penting dalam menentukan skala prioritas vaksinasi COVID-19.

"Populasi usia produktif dan usia lanjut, dua-duanya penting. Warga lansia, kalau terserang penyakit, ketahanan tubuh dan penyakit bawaannya tinggi, sehingga bisa terpapar," katanya dalam agenda webinar "Peta Jalan Menuju Herd Immunity'" yang digelar secara daring oleh Forum Alenia, Rabu.

Sementara kelompok usia produktif di bawah 59 tahun merupakan masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas dengan risiko terpapar COVID-19 yang sangat tinggi.

"Bedanya, yang satu (lansia) berisiko tinggi, yang satu lagi (usia produktif) sudah pasti terpapar," katanya.

Baca juga: Banjarmasin terima tambahan 7.350 vial vaksin dengan prioritas lansia

Baca juga: Prioritas lansia, Kementerian BUMN kebut realisasi satu juta vaksin


Bila kelompok usia produktif tidak dilindungi, kata Amin, maka peran mereka sebagai 'agen penularan' bisa terjadi. "Bisa jadi agen penularan, dengan membawa penyakit ke rumah. Mereka yang tidak miliki kekebalan bisa jadi terpapar," katanya.

Bila menyikapi ketersediaan vaksin yang masih terbatas, kata Amin, maka diperlukan skala prioritas penerima vaksin agar target kekebalan komunal bisa terwujud secara optimal.

"Kalau kita bisa lindungi populasi berisiko tinggi, bagaimana caranya agar mereka tidak membawa virus ke rumah. Karena mereka tidak sakit, dibandingkan mereka yang ketularan," katanya.

Alasan mendahulukan usia produktif, supaya mereka bisa melindungi kelompok rentan. "Mereka (lansia) memiliki risiko terpapar yang kecil, daripada orang yang bergerak ke luar," katanya menambahkan.

Pada acara yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI Adang Sudrajat mengatakan skala prioritas bagi penerima vaksin harus dikaji ulang. Alasannya, muncul kecenderungan daerah dengan tingkat mobilitas penduduk yang rendah relatif aman dari penularan COVID-19.

"Seperti di pedesaan, relatif aman dari orang terpapar COVID-19. Berbeda di perkotaan, mula-mula satu kecamatan, lalu satu desa, satu RW dan satu RT terkena COVID-19. Kalau di desa, para petani ini tidak terlalu peduli dari sisi protokol kesehatan dan lainnya. Saya tanya ke kades atau kadus, ada gak yang terpapar?, mereka nyatakan belum ada," katanya.

Situasi tersebut menjadi catatan Komisi IX DPR RI bahwa di saat terjadi keterbatasan vaksin, kebijakan skala prioritas bisa dikaji bukan berdasarkan skala umur.

"Daerah perkotaan yang divaksinasi perlu prioritas. Ada kaum komuter yang lebih mudah menularkan virus," katanya.*

Baca juga: Guru di Bogor dapat prioritas vaksin demi percepat sekolah tatap muka

Baca juga: 3,2 juta lansia di Jawa Tengah jadi prioritas vaksinasi

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021