Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hetifah Sjaifudian mengaku kurang setuju dengan penghematan anggaran Perpustakaan Nasional (Perpusnas) 2021 sebesar Rp7,3 miliar.

“Sebenarnya kami tidak setuju adanya pemotongan anggaran ini, maunya penambahan anggaran. Kami berharap, meski ada penghematan, capaian target prioritas nasional dan program prioritas Perpusnas tetap bisa berjalan,” ujar Hetifah dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Perpusnas mengalami penghematan anggaran berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-30/MK.02/20210 tanggal 12 Januari 2021 perihal Refocusing dan Realokasi Belanja Kementerian/Lembaga TA 2021. Pada 2021, Perpusnas mengalami penghematan belanja sebesar 1,08 persen dari pagu awal sebesar Rp 675.539.800.000.

Baca juga: Pengembangan perpustakaan masih terjerat masalah klasik

Baca juga: Kemendikbud : Fungsi perpustakaan di sekolah belum optimal


Legislator Fraksi Golkar itu mengatakan perpustakaan menjadi andalan supaya bisa menjadi wahana pendidikan alternatif, selain sekolah.

“Memang tugas berat walaupun anggaran dikurangi, tuntutannya ditingkatkan. Jadi Perpusnas bukan saja harus adaptif terhadap perkembangan teknologi dan informasi, tetapi juga antisipatif untuk menyiapkan SDM dan kelembagaan yang makin mapan,” tuturnya.

Hetifah meminta Perpusnas membuat peta jalan pengembangan perpustakaan, termasuk pemenuhan koleksi pustaka, sumber daya manusia, gedung layanan dan bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait untuk meningkatkan literasi dan numerasi, serta alokasi anggaran Perpusnas pada tahun mendatang.

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP, Putra Nababan mengaku prihatin dengan pemotongan anggaran belanja Perpusnas. Padahal, kinerja yang dilakukan Perpusnas hingga saat ini mengesankan.

Ini terlihat dari penghargaan yang diterima oleh Perpusnas dalam capaian kinerja anggaran K/L TA 2020 dengan perolehan nilai kinerja anggaran sebesar 95,88 (sangat baik), dengan urutan 9 dari 42 untuk K/L dengan Kategori Pagu Kecil serta meraih predikat zona hijau dari Ombudsman.

“Hal ini membuktikan bahwa Perpusnas dengan anggaran terbatas, tetapi punya kemampuan mengelola anggaran dengan baik,” kata Putra.

Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menegaskan bahwa pemotongan anggaran itu tidak mempengaruhi kinerja dan target program perpustakaan dan literasi. Dalam menangani persoalan literasi di Indonesia harus dilakukan pembenahan pada sisi hulu literasi.

Baca juga: Insan perpustakaan diminta kuatkan peran dalam transfer pengetahuan

Baca juga: Perpusnas perkuat budaya literasi wujudkan masyarakat berkarakter


“Negara harus hadir untuk menangani permasalahan literasi ini. Baik, eksekutif, legislatif, yudikatif, dan TNI/Polri. Selain itu, peran akademisi perguruan tinggi, penulis, penerbit, hingga regulasi distribusi bahan bacaan untuk memperkecil ketimpangan antarwilayah,” kata Syarif.

Syarif Bando meminta dukungan legislator agar Perpusnas dapat mengembangkan digitalisasi di seluruh provinsi, karena saat pandemi ini hanya 44 persen peserta didik Indonesia yang terkoneksi digital.

“Setelah kami dari beberapa wilayah, seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah semua keluhannya hampir sama. Buat apa Perpusnas memimpin top open access jurnal ilmiah internasional kalau hanya bisa melayani wilayah Jabodetabek saja. Kami menginginkan adanya mirroring data di semua provinsi,” kata Syarif.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021