alat pengujian masker ini berkontribusi pada pencegahan COVID-19
Bandung (ANTARA) - Institut Teknologi Bandung melalui Laboratorium Kualitas Udara (LKU), Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ikut berkontribusi dalam pengujian masker-masker selama pandemi COVID-19.

Salah satu protokol kesehatan yang wajib dilakukan di masa pandemi COVID-19 adalah menggunakan masker dan masker-masker yang beredar di pasaran harus melalui tahapan pengujian sebelum diedarkan.

Kepala Laboratorium Kualitas Udara FTSL ITB Dr Ir Adyati Pradini Yudison, Rabu, mengatakan, laboratorium kualitas udara adalah laboratorium di bawah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, lab ini mendukung program pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Saat pandemi, masker menjadi hal yang penting untuk selalu digunakan.

Untuk itu, lab udara berusaha memberi pelayanan kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui kualitas masker yang dipakai.

"Kita Kami mencoba untuk berkontribusi pada proses standardisasi masker. Pengujian masker ini merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat oleh LKU FTSL ITB," ujarnya.

Pradini menjelaskan, pengujian masker di lab tersebut sudah dilakukan sejak Agustus 2020.

Saat itu, muncul ide dari alumni, dan ide tersebut kemudian diwujudkan oleh Ir Haryo Satriyo Tomo yang merupakan Manajer Teknis di LKU, dengan merakit alat uji dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia.

"Lab kualitas udara sudah mengajukan akreditasi untuk parameter uji masker ini, dan kami sedang menunggu hasilnya," ujarnya.

Baca juga: Kemenperin-BNPB kerja sama bangun lab uji masker N95

Baca juga: Kemenkes minta masyarakat pilih masker yang berizin edar

Baca juga: Riset Jepang: Dua lapis masker hanya beri sedikit manfaat


Terdapat tiga parameter pada pengujian masker di LKU ITB, yaitu uji efektifitas filtrasi bakteri (BFE) untuk mengetahui sejauh mana masker menyaring bakteri dan mikroorganisme lainnya, pengujian efektifitas filtrasi partikel (PFE) untuk mengetahui daya saring partikel, dan pengujian daya tekan (untuk mengetahui sejauh mana masker nyaman digunakan dan tidak membuat sulit bernafas).

Dia menyebut sejak dibuka pengujian masker, hampir setiap hari ada perusahaan yang mengajukan permintaan pengujian dari dalam negeri.

"Dengan pengujian ini, kami membantu perusahaan untuk mengetahui kualitas masker mereka. Apabila tidak sesuai dengan standar, banyak perusahaan meningkatkan kualitasnya dan melakukan pengujian kembali. Saya rasa keberadaan alat pengujian masker ini sangatlah berkontribusi pada pencegahan penyebaran COVID-19," katanya.

Salah satu parameter pengujian masker adalah dengan uji BFE atau pengujian daya tahan masker terhadap bakteri atau mikroba.

Untuk itu, pengujian masker di ITB dilakukan dengan multidisiplin ilmu yaitu kolaborasi antara Lab Kualitas Udara dengan Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Bioproses di bawah Fakultas Teknologi Industri (FTI).

Pengujian daya tahan masker terhadap mikroorganisme (bakteri) ini menggunakan biakan bakteri staphylococcus aureus.

Bakteri tersebut dikembangbiakan khusus untuk keperluan pengujian. Pengujian tidak menggunakan virus sebab akan lebih rumit karena butuh sel inang agar virus dapat hidup dengan media sel hidup pula.

Dr Made Tri Ari Penia Kresnowati, dosen di FTI ITB menambahkan, hasil pengujian BFE dapat diketahui dari jumlah bakteri yang terdapat di cawan petri, yaitu wadah untuk melakukan penyelidikan dan perhitungan koloni bakteri.

Semakin banyak bakteri yang menempel, berarti nilai BFE kurang baik.

Dia menjelaskan, salah satu masker yang memiliki kualitas baik dalam uji BFE adalah masker N95 untuk keperluan medis.

"Pada dasarnya pengujian BFE ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar masker mampu menahan aerosol yang mengandung bakteri. Apakah dapat menembus masker sehingga dapat terhirup oleh pemakainya," ujarnya.

Parameter lain dalam pengujian masker adalah dengan uji beda tekan. Pada parameter ini diukur dengan menentukan perbedaan tekanan di masker. Uji daya tekan ini bisa disebut sebagai "kemampuan bernapas".

Apabila daya tekan besar berarti udara tidak mudah masuk sehingga membuat pengguna masker sulit bernapas. Sementara itu, uji efisiensi filtrasi partikel (PFE) dilakukan untuk mengukur seberapa baik masker menyaring droplet atau tetesan kecil dari saluran pernapasan.

Baca juga: IDI: Banyak beredar masker abal-abal yang tidak medical grade

Baca juga: Masker multilayer efektif cegah masuknya aerosol


 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021