Jakarta (ANTARA) - Penyidik Polres Jakarta Barat menduga praktek calo biaya kremasi beraksi secara perorangan atau tidak dilakukan berkelompok maupun sindikat tertentu.

"Namun masing-masing berdiri sendiri tidak terorganisir seperti kartel, mereka modusnya menaikkan harga dengan motif memperoleh keuntungan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Calo kremasi, Polrestro Jakbar periksa dua saksi

Dugaan ini muncul setelah polisi memeriksa tujuh saksi, terdiri dari pengurus Yayasan Rumah Duka Abadi, pihak yang menyebarkan pesan berantai, dan saksi fakta lainnya.

Sampai saat ini, polisi masih menyelidiki dan tak menutup kemungkinan memanggil saksi lain untuk dimintai keterangan.

Sebelumnya, informasi dugaan percaloan kremasi beredar melalui pesan berantai aplikasi Whatsapp dengan judul "Diperas Kartel Kremasi".

Dalam pesan tersebut, Martin sebagai korban menceritakan sempat diminta uang sebesar Rp48,8 juta untuk biaya kremasi mendiang ibu yang meninggal karena COVID-19.

Martin mendapatkan tawaran itu dari seseorang yang mengaku sebagai pihak Dinas Pemakaman setempat.

Lokasi kremasi yang ditawarkan kepada Martin tidak berada di Jakarta, namun di kawasan Karawang, Jawa Barat.

Martin pun kaget lantaran beberapa minggu lalu biaya kremasi untuk sang kakak yang baru saja meninggal tidak mencapai Rp10 juta.

Baca juga: Kepala Rutan Depok ditangkap terkait narkoba di Jakarta Barat

Karena terdesak, dia pun menyanggupi biaya tersebut agar sang ibu bisa dipindahkan dari rumah sakit ke lokasi krematorium.

Namun petugas pemakaman itu mendadak menginformasikan bahwa tempat krematorium di Karawang penuh. Sang petugas pun mengaku akan menghubungi temannya untuk mencari lokasi krematorium di tempat lain.

Akhirnya, Martin pun mendapat kabar bahwa jenazah sang ibu bisa dikremasi di Cirebon, Jawa Barat namun biaya melonjak menjadi Rp65 juta.

Foto nota pembayaran pun juga menyebar di media WhatsApp bersamaan dengan kisah Martin ini.

Nota tersebut atas nama Yayasan Rumah Duka Abadi dengan detail pembayaran Rp25.000.000 untuk peti jenazah, Rp7.500.000 untuk biaya transportasi, Rp45.000.000 untuk biaya kremasi dan Rp2.500.000 untuk pemulasaraan.

Total biaya yang harus dibayar Martin pun sebesar Rp80.000.000. Martin pun tidak punya pilihan sehingga harus membayar biaya tersebut.

Baca juga: TPU Tegal Alur kini punya mesin kremasi

Pewarta: Walda Marison
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021