Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) mendesak polisi lebih serius menangani kasus pencurian 960 ton minyak sawit mentah (CPO) milik Benua Indah Group (BIG) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

"Hingga saat ini belum terlihat penanganan serius yang dilakukan oleh pihak berwajib," kata Sekjen APPKSI Rahman Tiro dalam siaran persnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.

Pada 11 Oktober, menurut siaran itu, PT BIG dan para petani plasma melaporkan pencurian CPO tersebut kepada Polres Ketapang dan telah diterima dengan nomor laporan 006/AMS-IH/X/2010 perihal pencurian CPO.

Namun, tidak ada tindak lanjut dari Polres Ketapang untuk memanggil atau memeriksa para oknum yang diduga mencuri CPO tersebut.

APPKSI mensinyalir adanya pembiaran kasus itu oleh Polres Ketapang, dan bermaksud melaporkan kasus itu kepada Kepala Polri, Komisi Kepolisian Nasional, serta Satgas Mafia Hukum.

"APPKSI meminta Kepala Polda Kalimantan Barat turun tangan terhadap pembiaran aksi pencurian CPO milik PT BIG ini," kata Rahman.

Sebelumnya, sejumlah petani PIR Trans telah menjual sendiri CPO mereka. Padahal dalam konsep inti-plasma hak untuk memperjualbelikan CPO ada di tangan perusahaan inti, sehingga perbuatan para petani itu dilaporkan sebagai kasus pencurian.

"Dalam konsep inti-plasma, biasanya plasma berkewajiban menyerahkan tandan buah segar kepada perusahaan inti untuk diolah menjadi CPO. Berarti ketika komoditi tersebut sudah diserahkan ke inti dan terlebih lagi telah diolah menjadi CPO maka hak untuk memperjualbelikan CPO ada di tangan perusahaan inti," kata Rahman.

Selain itu, lanjut Rahman, pihak-pihak yang mengaku perwakilan petani tidak jelas "legal standingnya" dan patut dipertanyakan apakah pihak-pihak tersebut secara sah telah mendapat kuasa tertulis dari seluruh petani untuk bertindak mewakili petani.

"Perlu diketahui, ada sekitar 11 ribu kepala keluarga petani plasma BIG," kata Rahman.

Terkait permasalahan adanya tunggakan BIG kepada petani plasma, menurutnya, petani plasma tetap tidak bisa menjual CPO secara sepihak tanpa melalui jalur pengadilan perdata.

"Sebagai konsekuensi negara hukum, tidak seorang pun di negeri ini bisa melakukan tindakan sita eksekutorial tanpa melalui jalur pengadilan," katanya.(*)
(T.S024/s018/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010