Penggabungan ini akan menciptakan sinergi BUMN Pelabuhan dengan standardisasi operasional, sehingga dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional.
Jakarta (ANTARA) - Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki berbagai potensi ekonomi untuk dikembangkan. Dengan dukungan letak geografis,  90 persen perdagangan global diangkut melalui jalur laut, dan tercatat 40 persen di antaranya melewati perairan Indonesia.

Peluang Indonesia untuk menjadi pemain besar dalam perdagangan internasional disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada pertemuan East Asia Summit ke-9 di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2014, melalui konsepsi poros maritim dunia.

Presiden Jokowi mengatakan konsep poros maritim dunia dapat diwujudkan melalui lima pilar utama. Pertama, membangun kembali budaya maritim. Kedua, menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan nelayan sebagai tiang utama.

Ketiga, pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim. Keempat, mengembangkan diplomasi maritim dengan bersama-sama menghilangkan sumber konflik di laut. Dan terakhir atau kelima, membangun kekuatan pertahanan maritim.

Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia, salah satunya diwujudkan melalui integrasi (penggabungan) empat perusahaan BUMN pengelola pelabuhan, yakni PT Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV (Persero). Rencana besar pemerintah melakukan integrasi Pelindo menjadi suatu entitas tunggal ini dapat ditafsirkan sebagai pilar ketiga mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia.

Penggabungan ini akan menciptakan sinergi BUMN Pelabuhan dengan standardisasi operasional, sehingga dapat meningkatkan efisiensi logistik nasional.

Baca juga: IPC: Integrasi Pelindo sesuaikan standar kelola pelabuhan

Biaya logistik nasional relatif lebih tinggi dibanding negara lain, salah satunya disebabkan oleh operasional pelabuhan yang belum optimal. Biaya logistik yang mencapai 23 persen dari total PDB ini merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

Dengan layanan pelabuhan yang terstandar di bawah satu komando, maka waktu yang dihabiskan kapal di pelabuhan relatif lebih singkat. Layanan pandu, mekanisme proses bongkar muat kontainer hingga meninggalkan terminal pelabuhan inilah yang akhirnya berdampak pada penurunan biaya logistik.

Proses kepelabuhanan di Indonesia ditargetkan untuk menghabiskan waktu sekitar satu hingga dua hari saja.

Tidak hanya mempersingkat waktu, prosedur dan proses pengurusannya juga semakin mudah dan sederhana karena berada dalam satu sistem terintegrasi. Ini mengingat biaya logistik masih menjadi salah satu pertimbangan perusahaan atau investasi masuk ke suatu negara.

Dengan penggabungan ini, pelayanan kepada pengguna jasa kepelabuhanan diharapkan akan lebih efektif dibanding model 4 (empat) Pelindo yang terpisah.

Sebagai perusahaan operator pelabuhan, Pelindo memiliki peran besar dalam menjaga rantai distribusi logistik. Integrasi ini akan menciptakan kendali strategis di seluruh wilayah kerja dan berpeluang menjadikan sebuah kekuatan besar di dunia logistik.
Baca juga: Integrasi Pelindo memudahkan fokus pengembangan bisnis
Alat berat beroperasi di area pembangunan proyek Makassar New Port tahap kedua di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/rwa. (ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE)

Peningkatan kapabilitas

Sebelum diintegrasikan, Pelindo terbagi berdasarkan wilayah regional.

Pelindo I berada di kawasan barat Indonesia dari Aceh, Sumatra Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Lalu, Pelindo II atau yang lebih dikenal dengan Indonesia Port Corporation (IPC), mengelola pelabuhan yang tersebar di Jawa, Sumatra Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Banten, Bengkulu, Jambi, dan Bangka Belitung.

Sementara itu Pelindo III mengelola di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Kemudian, wilayah kerja Pelindo IV berada di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Strategi untuk menggabungkan Pelindo dengan membentuk empat klaster/subholding yaitu peti kemas, nonpeti kemas, logistik dan hinterland development, serta marine, equipment, and port services merupakan langkah yang tepat.

Peta sebarannya, klaster peti kemas akan berkantor pusat di Surabaya dengan nama Terminal Peti Kemas Indonesia. Klaster non-peti kemas akan berkantor pusat di Medan dengan nama Pelindo Multi Terminal. Kemudian klaster logistik akan berkantor pusat di Jakarta dengan nama Pelindo Solusi Logistik. Sementara untuk klaster marine, equipment, dan port services akan berada di Makassar.

Dengan pembentukan klaster tersebut, perencanaan keseluruhan untuk jaringan pelabuhan (port network connectivity) dapat lebih fokus sesuai dengan lini bisnisnya.
 
Pelabuhan Indonesia II Tanjung Priok, Jakarta. ANTARA/HO/Pelindo II

Baca juga: Wamen BUMN harap integrasi Pelindo tingkatkan perekonomian nasional

Pemfokusan klaster-klaster bisnis akan meningkatkan kapabilitas dan keahlian yang akan berdampak pada kualitas layanan yang lebih baik dan peningkatan efisiensi dalam penggunaan aset dan sumber daya manusia.

Selain itu, dari sisi finansial pun dipastikan akan lebih efisien saat Pelindo I hingga IV tak terpisah, karena alokasi belanja modal yang lebih optimal. Tercatat nilai aset dari penggabungan tersebut mencapai Rp112 Triliun, di mana aset sebesar ini sudah termasuk pada skala perusahaan pelabuhan global.

Setelah pelayanan pelabuhan dari timur ke barat dimaksimalkan menjadi sistem integrasi nasional, alur pelayaran dan barang menjadi lebih mudah dikendalikan.

Tidak hanya itu, penggabungan tersebut juga dapat mendukung pengembangan industri di kawasan sekitar pelabuhan, mendorong konektivitas daerah/tempat produksi yang terletak di sekitar pelabuhan, hingga meningkatkan volume ekspor-impor.

Namun demikian, rantai pasok dan sektor logistik adalah salah satu sektor yang sangat kompleks, baik dari sisi ekosistem, proses, dan pengelolaan datanya.

Tantangan pengelolaan jaringan pelabuhan yang terpadu dari Sabang sampai Merauke memerlukan inovasi teknologi dan sistem informasi yang juga terintegrasi.

Strategi yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi dalam sistem logistik nasional dapat ditingkatkan melalui pembangunan sarana dan prasarana pendukung.

Oleh karena itu, digitalisasi dapat menjadi solusi untuk membantu sektor ini berjalan lebih efisien dan transparan.

Peningkatan pemanfaatan teknologi digital dalam bisnis kepelabuhanan juga semakin membuka kesempatan perusahaan untuk go global. Integrasi Pelindo dengan mengadopsi sistem digital, diproyeksikan mampu meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global.

Dengan pengelolaan yang profesional, akan banyak manfaat yang didapatkan perusahaan, sekaligus meningkatkan ekonomi nasional melalui investasi-investasi baru dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.

Target Pelindo menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs akan semakin terbuka.

Dengan demikian, pengelolaan aset Pelindo menjadi lebih optimal, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dan layanan administrasi menjadi lebih terstandardisasi, yang akhirnya bermuara pada peningkatan kinerja perusahaan, penurunan biaya logistik, peningkatan daya saing pelabuhan dan mendongkrak perekonomian nasional menuju cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Bagaimanapun, integrasi Pelindo adalah sebuah langkah konkret dalam sejarah perumusan kebijakan nasional.

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021