CT value tidak bisa menggambarkan apakah ini termasuk varian baru
Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Universitas Airlangga (Unair) sedang memeriksa sampel 'whole genom sequencing' (WGS) dari sejumlah pasien bergejala tidak umum di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Surabaya, Jawa Timur.

"Apakah di Jawa Timur termasuk varian baru, tentunya kita tunggu hasil pemeriksaan WGS yang dilakukan oleh Universitas Airlangga," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi saat konferensi pers secara virtual yang diikuti melalui aplikasi Zoom, Jumat sore.

Nadia mengatakan Kemenkes RI telah menerima informasi dari tim medis di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Surabaya perihal gejala tidak umum yang dialami beberapa pasien dari kelompok Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang baru pulang ke Jawa Timur.

Kejanggalan yang dilaporkan berupa cycle threshold (CT) value' yang sangat rendah, berada di angka 1,8 dari kondisi umum 25 hingga paling rendah di angka 15 sehingga dikhawatirkan menjadi tanda infeksi COVID-19 mutasi baru.

Namun Nadia menegaskan bahwa indikator CT value bukan sebagai penentu yang mendasari kemunculan varian baru SARS-CoV-2 dari yang muncul kali pertama di Wuhan, Cina.

Baca juga: Satgas: Ancaman varian baru bisa saja terbentuk di dalam negeri

Baca juga: Kemenhub siapkan langkah cegah masuknya varian baru COVID-19


"CT value tidak bisa menggambarkan apakah ini termasuk varian baru atau tidak. Tapi yang bisa memastikan adalah hasil laporan whole genom sequencing (WGS) karena kita bisa memetakan mutasi yang terjadi dan mencocokkan dengan primernya," katanya.

CT value merupakan suatu nilai yang muncul dalam pemeriksaan reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) yang berfungsi untuk membantu menentukan status apakah seseorang positif atau negatif terkait infeksi virus Corona, kata Nadia menambahkan.

Kejanggalan lain yang dilaporkan RSD COVID-19 Surabaya adalah jangka waktu kesakitan pasien yang melebihi batas umum inkubasi virus di tubuh manusia lebih dari dua pekan. CT value pasien umumnya akan bertahap naik dan membaik menjelang pekan kedua sejak terjadi infeksi.

"Sesuai panduan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) perlu dilakukan kajian lebih lanjut apakah ada kecenderungan varian baru bisa kita deteksi melalui laboratorium, misalnya perubahan pada CT value, tapi ini masih harus dikaji lebih lanjut," katanya.

Nadia menegaskan sampai saat ini pemerintah melalui sejumlah instansi terkait belum mendeteksi varian baru di Indonesia, khususnya varian Mu atau B. 1621.

"Kami terus memperketat penjagaan di pintu masuk perjalanan internasional di seluruh daerah serta mendorong Satgas Bandara dan pemerintah daerah menjalankan protokol karantina sesuai dengan surat edaran yang berlaku," katanya.

Baca juga: mu jadi varian baru virus corona yang mungkin kebal vaksin

Baca juga: Epidemiolog jelaskan cara efektif cegah COVID-19 varian Mu

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021