Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan umur anak di Indonesia yang melakukan hubungan seks semakin maju namun edukasi terkait kesehatan reproduksi masih stagnan.

“Kita ini (usia) seksnya maju tapi otaknya tidak maju-maju. Jadi pemahaman kesehatan reproduksinya tidak maju, tapi seksnya maju. Ini masalah serius,” kata Hasto dalam webinar Personal Hygiene Kesehatan Reproduksi yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Hasto menyebutkan, saat ini usia anak yang melakukan hubungan seksual pertama kali banyak dilakukan oleh anak yang berusia 14 tahun. Dibandingkan dengan 10 hingga 15 tahun lalu yang dilakukan oleh anak berusia 16 atau 17 tahun.

Baca juga: BKKBN: Edukasi seksualitas bisa cegah kehamilan yang tak direncanakan

Majunya usia anak yang melakukan seks tersebut, disebabkan oleh kurangnya edukasi mengenai hubungan seks dan kesehatan reproduksi pada anak.

Menurut Hasto, hubungan seks yang dilakukan oleh anak khususnya anak perempuan di bawah usia 16 tahun sangat berbahaya. Karena mulut rahim masih menghadap ke arah luar sehingga anak dapat berpotensi terkena kanker serviks akibat tidak mengetahui bagaimana cara menjaga kebersihan alat kelamin dengan baik dan benar.

Ia mengatakan, ketidaktahuan tersebut telah menyebabkan kanker serviks menduduki peringkat kedua penyebab perempuan di Indonesia meninggal dunia.

Selain kanker serviks, kata dia, anak perempuan juga rawan terkena keputihan (keluarnya cairan lendir dari vagina) karena tidak mengetahui bahwa kuman dan bakteri dari luar, dapat masuk sampai ke dalam rongga rahim.

“Inilah maka kita harus betul-betul menjaga kebersihan dan saya juga mengingatkan, ingat! HIV AIDS harus kita cegah betul karena dia melalui hubungan seks,” kata dia menjelaskan penyakit lain yang dapat menyerang anak.

Melihat semakin banyak anak yang melakukan hubungan seks dan tingginya peringkat kanker serviks di Indonesia, dia meminta agar edukasi kesehatan reproduksi lebih digiatkan sehingga masyarakat dapat mengubah persepsi bahwa hal tersebut merupakan pembelajaran, bukan hal yang tabu.
Baca juga: Jaga kesehatan reproduksi dari remaja penting

“Kesehatan reproduksi masih perlu diperjuangkan terus, supaya persepsi terhadap masalah reproductive health dan juga persepsi terhadap pembelajaran tentang komprehensif reproductive health ini, terus akan dipersepsikan dengan benar di tengah-tengah masyarakat. Saya kira ini penting,” tegas Hasto.

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Eni Gustina mengatakan pemberian edukasi mengenai kesehatan reproduksi perlu dilakukan sejak anak berada pada usia dini.

“Kita harus sudah mengajarkan (pada anak) sejak kecil terhadap kesehatan reproduksi,” kata Eni

Eni menjelaskan pemahaman itu penting diberikan, selain dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, hal tersebut dapat menghindari anak terkena infeksi, baik pada vagina maupun penis yang dimiliki anak.

Ia mengatakan, beberapa pemahaman kesehatan reproduksi yang dapat diberikan pada anak sejak usia dini yakni orang tua perlu memperkenalkan bagaimana cara membersihkan alat kelamin yang benar dan menjelaskan terdapat beberapa bagian tubuh yang perlu ditutup dua lapis pakaian.

Eni menegaskan saat ini, kesadaran akan kesehatan reproduksi dalam masyarakat masih rendah sehingga perlu lebih masif dilakukan.

“Ini juga menjadi bagian yang ada di depan kita, karena kesadaran pada kesehatan reproduksi jujur kita akui ini masih sangat rendah,” kata dia.

Baca juga: BKKBN gandeng AIPGI dan Pergizi Pangan Indonesia atasi stunting
Baca juga: BKKBN: Perhatikan pasangan usia subur bila ingin tingkatkan SDM


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021