Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengatakan bahwa pembuat undang-undang perlu mengintegrasikan prinsip-prinsip pelindungan data pribadi dan hak atas privasi dalam pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Ini semua untuk memastikan adanya rujukan perlindungan data pribadi yang komprehensif dalam seluruh proses penegakan hukum pidana,” kata Wahyudi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Wahyudi berpandangan bahwa telepon genggam dan isinya, dalam suatu proses pidana, harus dilihat oleh pihak yang berwenang sebagai alat bukti elektronik.

Baca juga: ISD harap RUU PDP beri kepastian aturan pengembangan ekosistem digital

Bahkan, seluruh data dari telepon genggam tersebut adalah bagian dari data pribadi yang harus dilindungi dan tidak boleh dibuka secara semena-mena oleh aparat yang bertugas.

Tindakan pembukaan terhadap isi dari telepon genggam baru dianggap sesuai dengan hukum jika dilakukan oleh aparat untuk tujuan penyidikan setelah adanya dugaan tindak pidana, katanya.

“IMEI telepon, IP Address, nomor SIM Card, dan seluruh data yang ada pada telepon genggam seseorang adalah bagian dari data pribadi orang tersebut yang harus dilindungi,” ucap dia.

Dengan demikian, ia meminta agar para polisi dapat secara konsisten memastikan penghormatan dan perlindungan hak atas privasi dalam seluruh kerja-kerja kepolisian, termasuk dalam segala jenis tindakan upaya paksa.

Baca juga: KA-PDP serukan pentingnya otoritas pelindungan data yang independen

Salah satu bentuk upaya paksa yang dimaksud oleh Wahyudi adalah tindak penggeledahan yang dapat dilakukan oleh penyidik, termasuk penyidik kepolisian dalam rangka pencarian alat bukti.

Khusus di lingkungan kepolisian, ketentuan Pasal 32 Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 telah mengatur perihal perlunya memastikan perlindungan hak atas privasi dalam tindakan penggeledahan terhadap orang dan tempat/rumah.

Baca juga: RUU PDP berikan perlindungan untuk perempuan dan anak-anak

Ia mengatakan bahwa petugas wajib meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan, dan kedua petugas dilarang melakukan tindakan penggeledahan secara berlebihan dan mengakibatkan terganggunya hak privasi yang digeledah.

Bahkan, secara khusus, Pasal 38 Peraturan Kapolri ini mengatur kewajiban anggota Polri untuk menghormati martabat dan privasi seseorang.

“Sedikitnya, ada 12 ketentuan dalam peraturan ini yang menekankan pentingnya menghormati dan melindungi hak atas privasi dalam kerja kepolisian,” kata Wahyudi.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021