Ambon (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendorong pemerintah daerah untuk membuat dokumen kajian risiko bencana (KRB) sebagai salah satu langkah penting membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana.

"Setiap daerah harus memiliki dokumen KRB yang berisi hasil kajian dan analisis potensi ancaman bencana di masing-masing daerah." kata Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB Agus Wibowo di Ambon, Selasa.

Agus yang berada di Ambon untuk menghadiri rangkaian peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tahun 2021 yang di pusatkan di Kota Ambon itu, menyatakan belum semua daerah memiliki dokumen KRB secara spesifik tentang ancaman bencana yang ada di daerahnya.

"Pemerintah daerah lebih tahu potensi dan jenis ancaman bencana yang ada dan kemungkinan terjadi di wilayah masing-masing. Tidak semua daerah ancamannya sama. Seharusnya dokumen KRB disiapkan sebagai upaya antisipasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana," katanya.

Dokumen KRB berisi berbagai data ancaman bencana, termasuk jumlah penduduk di daerah rawan maupun jenis bangunan rumah dan fasilitas tahan gempa atau tidak, termasuk kalkulasi jumlah warga yang akan terdampak saat terjadi bencana.

Dia mencontohkan Kota Ambon sebagai ibu kota Provinsi Maluku dengan jenis bencana yang bisa terjadi setiap saat yakni banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan tsunami.

Oleh karena itu, Pemkot Ambon diminta membuat kajian dan analisis mendalam wilayah mana saja yang rawan terhadap jenis ancaman bencana, jumlah penduduk, serta bangunan di lokasi rawan bencana, termasuk taksiran kerugian yang dialami maupun anggaran rekonstruksi dan rehabilitasi yang dibutuhkan.

Baca juga: BNPB: Belum semua kabupaten kota memiliki kajian risiko bencana

Hasil kajian dan analisis itu menjadi dokumen penting bagi Pemkot Ambon untuk menentukan langkah-langkah strategis mengantisipasi kemungkinan terjadi bencana, termasuk alokasi dana cadangan maupun langkah mitigasi untuk membangun kesiapsiagaan masyarakat menghadapinya.

Dia menambahkan dokumen KRB itu menjadi bagian dari strategi pengurangan risiko bencana di tingkat lokal, sekaligus menjadi salah satu di antara tujuh target kerangka kerja untuk pengurangan risiko bencana secara global yang ditandatangani 190 negara di Sendai, Jepang pada 2015.

Berdasarkan dokumen KRB tersebut, pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dapat menyusun rencana penanggulangan bencana jangka menengah lima tahunan, yang memuat program sosialisasi, edukasi, penyiapan SDM, pengecekan bangunan hingga analisis cepat kekuatan bangunan jika terkena gempa agar bisa ditaksir nilai kerugian dan biaya perbaikannnya.

Rencana penanggulangan bencana lima tahun itu, ujar Agus, kemudian dapat dijabarkan menjadi tiga hal pokok, yakni pertama rencana mitigasi yang mengatur tentang sosialisasi secara masif kepada masyarakat, latihan evakuasi, hingga perbaikan perizinan membangun.

Kedua, rencana penanganan kedaruratan bencana yang mengatur sistem komando saat terjadi bencana, ketersediaan SDM, berbagai latihan (geladi ruang hingga geladi lapang), penyiapan anggaran sehingga pertolongan dapat dilakukan seketika saat terjadi bencana.

Tahapan ketiga, yakni rekonstruksi dan pemulihan yang dapat dilakukan secepatnya, termasuk penanganan trauma, normalisasi aktivitas dan perbaikan kerusakan dapat dilakukan secepatnya.

"Dengan penyiapan semua dokumen ini maka pemda siap menghadapi bencana yang mulai dari prabencana, saat bencana maupun pascabencana, terutama pengurangan risikonya," katanya.

Baca juga: BRIN: Sistem peringatan dini bencana berbasis kajian risiko bencana
Baca juga: BNPB luncurkan portal kajian risiko bencana

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021