Kudus ini seperti ya bisa dikatakan angkerlah, seperti makam pada saat itu, untuk menghindari mobilitas
Jakarta (ANTARA) - Bupati Kudus Hartopo menceritakan kebingungannya saat ada warganya terinfeksi COVID-19 varian Delta namun tidak diketahui asal penularannya.

"Dari hasil investigasi kita terkait masalah orang yang dengan adanya terkonfirmasi dengan varian Delta ini, kita langsung crosscheck langsung ke bawah, bahwa orang yang terinfeksi ini ternyata tidak pernah ketemu siapa-siapa, tidak pernah pergi ke mana-mana, maka hal seperti ini yang membuat kadang kebingungan kita semua," kata dia dalam webinar FMB 9 bertajuk "Cerita Kita Menghadapi Delta" yang diikuti di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan saat itu Kabupaten Kudus menjadi wilayah yang dianggap menjadi pusat penyebaran varian Delta.

"Pada saat itu Kudus memang jadi tersangka, pada 12 Juni itu yang memang COVID-19 di sini kasusnya sampai 2.300 sekian, bahkan sehari pun di Kudus ini bisa mencapai angka sampai 500 kasus per hari, paling banyak itu angka kasus kematian pun bisa mencapai sampai 34 (orang, red.) per hari," katanya.

Fasilitas kesehatan juga kewalahan dalam menangani pasien yang berdatangan hingga beberapa pasien terpaksa dirawat di dalam mobil di luar gedung rumah sakit.

"Keterisian BOR rumah sakit pun hampir 100 persen pada saat itu, sampai UGD itu tidak bisa menerima untuk pasien lagi, karena overload," katanya.

Baca juga: Gubernur: Varian delta tidak sempat merebak di Kepri

Akibat situasi tersebut, banyak orang yang merasa takut untuk masuk Kudus.

Pihaknya bergerak cepat mengatasi situasi tersebut dengan melakukan konsolidasi dengan semua elemen masyarakat di Kabupaten Kudus, baik dari forkopimda, swasta, relawan, dan semua pemangku kepentingan.

Langkah yang diambil untuk mencegah penularan lebih lanjut di antaranya melakukan semi karantina wilayah dengan menyekat perbatasan wilayah, antara Kabupaten Kudus dengan kabupaten/kota di sekitarnya.

"Juga diadakan random untuk antigen, yang artinya setiap orang yang masuk di Kudus itu harus betul-betul bebas COVID-19," katanya.

Untuk mencegah mobilitas masyarakat, pihaknya juga melakukan pemadaman penerangan di wilayah kota sejak sore hari.

"Jadi Kudus ini seperti ya bisa dikatakan angkerlah, seperti makam pada saat itu, untuk menghindari mobilitas," katanya.

Upaya penanganan COVID-19 di tingkat RT juga terus digalakkan dengan memberdayakan para pengurus RT untuk mengecek warga yang terkonfirmasi positif dan sedang isolasi mandiri. Para warga yang isolasi mandiri ini diberikan donasi yang berasal dari warga yang lain berupa makanan sehari-hari dan obat-obatan.

Upaya seperti ini, menurut dia, perwujudan dari program "Jogo Tonggo" yang merupakan gagasan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

"'Jogo Tonggo' itu adalah gagasan Pak Gubernur Ganjar pada saat itu, jadi kita bisa kolaborasi karena di 'Jogo Tonggo' ini pada dasarnya yang sehat membantu yang sakit, yang kaya membantu yang miskin," katanya.

Baca juga: Menkes sebut varian AY.4.2 berpotensi mengkhawatirkan
Baca juga: Kasus baru varian Delta di China meluas
Baca juga: BPOM: Efikasi vaksin Zifivax terhadap varian Delta capai 77,47 persen

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021