Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 nyatanya tidak menyurutkan arus peredaran narkoba di Indonesia, bahkan ada kecenderungan meningkat.

Fakta ini menjadi kian mengkhawatirkan ketika bangsa ini masih harus berjibaku mengatasi persoalan terkait pandemi, namun penyalahgunaan narkoba semakin memperburuk keadaan.

Di satu sisi pula ternyata para bandar dan sindikatnya justru seperti memanfaatkan kesempatan pandemi karena aparat sedang fokus pada upaya penanganan COVID-19 sebagai prioritas utama.

Untuk itu, Polri meminta masyarakat terus mewaspadai peredaran narkoba yang kini memanfaatkan media sosial dan menggunakan transaksi “cryptocurrency” yang sudah dilacak.

Memang ada indikasi jelas penggunaan mata uang kripto dalam perdagangan narkoba di sejumlah tempat di Tanah Air yang terekam dan saat ini masih sedang terus ditelisik jejaknya.

Baca juga: Pakar sarankan Polri tindaklanjuti rekening jumbo sindikat narkoba

Baca juga: Polri bersama PPATK investigasi temuan rekening jumbo sindikat narkoba


Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Prabowo Argo Yuwono mengingatkan, keberlangsungan masa depan bangsa dapat terancam akibat penyalahgunaan narkoba. Sebab narkoba nyata-nyata dapat merusak generasi bangsa sebagai penyambung perjuangan rakyat dan pimpinan di masa depan.

Menurut Argo, permasalahan narkoba di Indonesia bersifat urgent dan kompleks, karenanya tergolong dalam kejahatan luar biasa atau “extraordinary crime”.

Rekening Jumbo
Sejak beberapa waktu lalu, kepolisian mewaspadai sejumlah transaksi yang mengarah pada perdagangan narkoba.

Irjen Pol. Prabowo Argo Yuwono menunjuk hasil temuan PPATK yang mempublikasikan rekening jumbo milik sindikat narkoba sebesar Rp120 triliun. Belum lagi ada penggagalan peredaran 1.120 kg narkoba jenis sabu.

Pekan lalu tercatat sebanyak 1,32 ton narkoba jenis ganja berhasil diamankan oleh jajaran Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, dengan estimasi nilai Rp6,85 miliar.

Serangkaian fakta itu, menurut Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono, tentu mengundang keprihatinan semua pihak dan hal ini semakin menyedihkan di tengah bangsa ini masih harus berperan melawan pandemi.

Argo sebagaimana juga pernah disampaikan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan keprihatinannya di tengah situasi pandemi COVID-19 justru peredaran narkoba makin marak, seolah mencari lengah aparat penegak hukum.

Senada dengan Argo, Kombes Pol. I Ketut Arta, S.H. dari Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri berpendapat bahwa pandemi COVID-19 tidak berdampak terhadap penurunan kasus penyalahgunaan narkoba. Bahkan terkait penyitaan yang dilakukan Polri untuk barang bukti narkoba jenis shabu terjadi peningkatan penyitaan yang sangat signifikan.

Tahun 2019 tercatat ada 43.957 kasus dengan 52.222 tersangka. Pada 2020 angkanya meningkat menjadi 44.398 kasus dengan 57.459 tersangka.

Ia juga mengungkapkan, sedikitnya 40-50 setiap hari atau 15 ribu orang per tahun meninggal karena jadi korban penyalahgunaan narkoba.

“Cryptocurrency”
Bagi bangsa ini ke depan, menurut Kombes Pol. I Ketut Artha perlu diwaspadai ancaman kejahatan siber, mencakup peredaran narkoba melalui media sosial dan situs atau laman (website).

Kemudian ancaman peredaran narkoba melalui jaringan internet tersembunyi yang sangat sulit dilacak. Dan juga transaksi menggunakan “cryptocurrency” melalui internet yang tidak mudah dilacak, dan menggunakan identitas tersembunyi.

Selain itu, lanjut Artha, perlu antisipasi untuk penyalahgunaan narkoba jenis baru, penggunaan situs-situs dan web untuk melakukan transaksi narkoba, serta penggunaan “cryptocurrency” sebagai media pembayaran bisnis narkoba.

Sejak beberapa waktu lalu memang ditengarai kripto dijadikan alat transaksi keuangan ilegal. Salah satunya untuk transaksi narkoba sebagaimana sempat dilacak oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

BNN sempat mendapati ada aset kripto yang mengarah pada transaksi keuangan yang ilegal yaitu transaksi narkotika dengan pembayaran melalui aset kripto. Kemudian dari BIN juga begitu menyatakan hal yang sama.

Secara keseluruhan transaksi aset kripto mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di Indonesia, pada tahun 2020 jumlah nilai transaksi aset kripto di Indonesia sebesar Rp 64,97 triliun.

Nilai transaksi itu melesat hanya dalam waktu 5 bulan. Hingga Mei 2021, nilai transaksi aset kripto mencapai lebih dari Rp370 triliun.

Baca juga: PPATK: Temuan Rp120 triliun, berantas narkoba harus miskinkan bandar

Padahal sesuai undang-undang di Indonesia, mata uang aset kripto ini tidak bisa dijadikan alat tukar karena satu-satunya alat tukar yang sah hanya rupiah. Sehingga pemerintah juga sudah menyatakan aset kripto bukan alat pembayaran.

Adapun Direktur Penindakan dan Pengejaran BNN, Brigjen Pol. I Wayan Sugiri mengemukakan, 80 persen peredaran narkoba menggunakan jalur laut. Terbanyak di Pulau Sumatera.

Mengenai peredaran narkoba di Lapas, I Wayan Sugiri menampik spekulasi tersebut. Sebab jika pengendalinya ada yang di Lapas akan cenderung sulit karena barangnya tidak ada di sana.

Apresiasi Polri
Langkah Polri yang terus bergerak menghadapi penyebaran Narkoba di tengah pandemi COVID-19 diapresiasi banyak pihak termasuk salah satunya anggota DPR RI Arzeti Bilbina. "Jangan kita lengah dengan geliat narkoba," ucap Arzeti.

Arzeti yang juga merupakan publik figur mengingatkan adanya 250 juta warga Indonesia yang berpotensi terpapar narkoba. Padahal, saat ini sudah sekitar 4 juta orang yang ditengarai menjadi pengguna narkoba.

Dr. Rahmat Muhammad, M.Si, sosiolog Unhas menyampaikan, sebagaimana terdata dalam Drugs Report BNN pada 2020, data pengguna narkoba Indonesia tercatat terbanyak berusia produktif berkisar 35-44 tahun.

Kisaran usia pertama kali mencoba narkoba pada 17-19 tahun; laki-laki cenderung terpapar narkoba; dan pengguna perkotaan cenderung lebih tinggi dibanding pedesaan.

Adapun faktor utama pengguna narkoba sebagian besar karena pengaruh lingkungan, pergaulan, dan keluarga.

Oleh karena itu, tegas Rahmat, pencegahan harus dilakukan dengan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan represif.

Langkah preventif untuk pencegahan yang belum pernah mengenal narkoba sangat efektif apabila selain dilakukan oleh pemerintah dibantu oleh institusi lain, termasuk lembaga-lembaga profesional, LSM, kampus, perkumpulan, ormas, dan lain sebagainya.

Terlebih bahwa negeri ini sudah sempat dinyatakan dalam keadaan darurat narkoba maka sudah saatnya semua untuk terlibat dan peduli untuk menghentikan praktik-praktik perdagangan dan peredaran narkoba.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021