Jakarta (ANTARA) - PT Prasada Pamunah Limbah Industri atau PPLI hari ini mulai mengoperasikan insenirator raksasa berkapasitas 50 ton sebagai fasilitas pemusnah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Presiden Direktur PPLI Yoshiaki Chida mengatakan insenirator berukuran raksasa ini telah meningkatkan layanan pengolahan limbah B3 bagi perusahaannya. 

"Adanya insinerator berkapasitas besar ini akan memperkaya teknologi pengelolaan limbah yang dapat ditawarkan, sekaligus memberikan fleksibilitas bagi PPLI sebagai one stop service pengelolaan limbah untuk seluruh industri di Indonesia," kata Yoshiaki dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Yoshiki mengatakan insinerator ini menjadi solusi penanganan limbah B3 dengan metode penggunaan panas untuk menghancurkan limbah dan polutan yang terkandung di dalamnya.

Baca juga: Indonesia hasilkan teknologi olah dan daur ulang limbah medis COVID-19

Baca juga: Sampah bisa diolah jadi material dan energi baru dukung mitigasi iklim


"Kami menggunakan lahan seluas kurang lebih 53 hektare. Untuk nilai investasi pembangunan insinerator ini mencapai sekitar Rp300 miliar," ujarnya.

Jenis-jenis limbah yang dapat dikelola oleh insinerator PPLI, di antaranya limbah organik yang dapat terbakar, seperti oil sludge, paint sludge, used rags; limbah berbahan plastik; bahan dan produk kedaluwarsa; lumpur bekas pengeboran; sludge IPAL industri.

Perusahaan itu juga bisa mengolah limbah bahan kimia kedaluwarsa dan sisa sampel lembaga riset; limbah medis dari fasilitas pelayanan kesehatan; serta limbah-limbah yang pemusnahannya disarankan dengan pembakaran seperti limbah pestisida.

"Kami memberikan layanan one stop service untuk semua industri di Indonesia. Fasilitas kami sekarang dapat mengolah limbah B3 dengan kapasitas 800 ton per hari," kata Yoshiki.

Ia menambahkan dengan adanya insinerator ini, PPLI dapat menjadi mitra terpercaya tidak hanya bagi pemerintah Indonesia, tapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan perbaikan lingkungan di Indonesia.

Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sayid Muhadhar berharap PPLI dapat membangun fasilitas serupa di lokasi-lokasi lain di Indonesia.

"Semakin dekat fasilitas dengan sumber penghasil limbah dapat menekan biaya pengangkutan, sehingga biaya penanganan limbah B3 ini bisa semakin murah. Apalagi, saat ini pemerintah sedang giat mendukung pertumbuhan ekonomi melalui kawasan-kawasan industri," kata Sayid.

Berdasarkan data di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan setidaknya ada 60 juta ton limbah yang harus ditangani di Indonesia.

"Artinya, peluangnya masih besar sekali yang bisa dilakukan di Indonesia dan dapat mendorong sirkular ekonomi," tuturnya.

Sementara itu, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kenji Kanasugi mengatakan bahwa pengolahan limbah B3 ini menggunakan teknologi terbaru dari negaranya.

Dia juga menyampaikan bahwa Kedutaan Besar Jepang di Indonesia akan terus memberikan dukungan upaya penanganan limbah di Indonesia.

"Kami telah menerapkan pengolahan limbah sejak sektor industri berkembang pesat di Jepang pada dekade 1960-an. Saya berharap PPLI bisa terus menjalankan pengolahan limbah, termasuk limbah berbahaya," ucap Kenji.*

Baca juga: PLN menjadikan limbah batu bara sebagai pendorong ekonomi nasional

Baca juga: Batan lakukan kompaksi hingga imobilisasi olah limbah radioaktif

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022