Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Pemprov DKI Jakarta agar menghentikan sementara pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen, menyusul ditemukannya kasus positif COVID-19 di 90 sekolah.

“Sebanyak 90 sekolah di DKI Jakarta ditutup dan dihentikan proses PTM 100 persen karena siswa dan guru positif COVID-19,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, kondisi itu membuat para guru, orang tua dan siswa merasa cemas dalam melaksanakan PTM 100 persen yang masih berjalan. PTM 100 persen dinilai tidak aman bagi guru dan siswa.

Kata Satriwan, skema PTM 100 persen Jakarta di tengah menghadapi kondisi gelombang ketiga COVID-19, secara psikologis membuat para guru dan orang tua cemas.

"Coba rasakan, bagaimana guru, siswa berinteraksi kayak sekolah normal, sebab 100 persen siswa masuk setiap hari. Sementara itu angka kasus meningkat tajam tiap hari. Ini mengganggu pikiran dan kenyamanan belajar di sekolah," kata dia.

Satriwan menambahkan, data yang dihimpun P2G menunjukkan ada beberapa sekolah di Jakarta sudah menghentikan PTM 100 persen sebanyak dua kali, hanya dalam jarak waktu dua pekan, karena berulang siswa dan gurunya positif COVID-19.

Jumlah sekolah yang menghentikan PTM 100 persen, katanya, terus bertambah tiap pekan. Semula 39 sekolah, lalu 43 sekolah, dan sekarang 90 sekolah. Padahal Jakarta belum satu bulan PTM 100 persen.

"Ada beberapa sekolah semula PTM 100 persen, lalu siswa kena COVID-19, PTM dihentikan 5×24 jam. Setelah itu PTM lagi, setelah beberapa hari PTM ada siswa positif lagi, terpaksa PTM dihentikan kembali. Ini kan tidak efektif. Sekolah buka tutup, buka tutup terus, tidak tahu sampai kapan," ujar Satriwan.

Jadi, menurut dia, pelaksanaan skema PTM 100 persen tidak sepenuhnya aman, lancar, dan efektif. Di sisi lain, P2G masih menemukan banyak pelanggaran PTM 100 persen yang terjadi, yakni jarak 1 meter dalam kelas yang sulit dilakukan karena ruang kelas relatif kecil ketimbang jumlah siswa, ruang sirkulasi udara tidak ada atau ventilasi udara tidak dibuka karena kelas menggunakan pendingin ruangan, siswa berkerumun dan nongkrong bersama sepulang sekolah, dan masih ada kantin sekolah buka secara diam-diam. Kondisi demikian akibat lemahnya pengawasan dari satgas COVID-19, termasuk dinas terkait. Kedisiplinan terhadap protokol kesehatan harus terus digaungkan, mulai dari rumah, di jalan, angkutan umum, di sekolah dan pulang sekolah.

Berdasarkan kondisi yang sudah mengkhawatirkan itu, P2G mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, termasuk kepala daerah sekitar daerah aglomerasi, menghentikan skema PTM 100 persen demi keselamatan dan kesehatan semua warga sekolah.

"Kami memohon agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengembalikan kepada skema PTM terbatas 50 persen. Dengan metode belajar blended learning, sebagian siswa belajar dari rumah, dan sebagian dari sekolah. Metode ini cukup efektif mencegah learning loss sekaligus life loss," pinta Satriwan.

Lagi pula, katanya, guru-guru dan siswa di DKI Jakarta sudah berpengalaman menggunakan skema PTM T 50 persen dengan metode hibrida tersebut.

"Para guru dan siswa rata-rata sudah memiliki gawai pintar, bahkan laptop/komputer, sinyal internet bagus, relatif tak ada kendala dari aspek infrastruktur digital. Tentu dengan catatan, ada pendampingan orang tua dari rumah selama PJJ," katanya.

Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022