Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan  terdapat Rp663,49 triliun kredit yang direstrukturisasi sampai akhir Desember 2021.

Jumlah ini telah menurun dibandingkan posisi kredit yang direstrukturisasi pada November 2021 senilai Rp693,63 triliun.

"Ini yang kami sampaikan menjadi PR kami agar pada waktunya saat POJK dinormalkan di 2023 tidak menimbulkan cliff effect sehingga perbankan diminta terus membentuk cadangan," kata Wimboh dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI yang dipantau di Jakarta, Kamis.

OJK mencatat sampai Desember 2021 sebanyak 3,11 juta debitur usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melakukan restrukturisasi kredit senilai Rp256,73 triliun karena terdampak COVID-19. Sementara 0,93 juta debitur non-UMKM melakukan restrukturisasi kredit sebesar Rp406,76 triliun.

Perbankan pun terus diminta membentuk cadangan agar penghentian restrukturisasi kredit pada 2023 tidak menimbulkan permasalahan terhadap balance sheet mereka.

"Kami juga tidak akan confidence 100 persen akan pulih semua, sehingga ini yang akan menjadi luka yang dalam. Kita akan masih membutuhkan bantuan cukup besar terutama sektor-sektor yang berkaitan dengan pariwisata, seperti transportasi, hotel, dan restoran," katanya.

Adapun dari Rp663,49 triliun dana yang direstrukturisasi, perbankan telah membentuk rasio cadangan kerugian pemilihan nilai (CKPN) sebesar 16 persen pada Desember 2021 atau meningkat dari 14,85 persen di November 2021.

"Dalam nominal jumlahnya sudah Rp106,2 triliun di Desember 2021. Ini adalah upaya yang akan terus kita lakukan agar CKPN lebih besar lagi porsinya dengan berjalannya waktu dan tidak mengganggu saat nanti dinormalkan," kata Wimboh.

Baca juga: OJK sebut kredit modal kerja dorong pertumbuhan kredit pada 2021
Baca juga: OJK: Diproses 75 penawaran umum saham senilai Rp31, 84 triliun
Baca juga: OJK proyeksikan kredit perbankan tumbuh 7,5 persen pada 2022

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022