Pentingnya aspek keekonomian agar harga DME bersaing dengan elpiji
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menginginkan pemerintah cermat dalam menyiapkan skema produksi, distribusi, dan mekanisme substitusi dimetil eter (DME) ke elpiji (LPG) agar proses tersebut tidak membebani APBN.

"Substitusi elpiji dengan DME sebagai hasil gasifikasi batu bara adalah langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan kita pada impor elpiji. Namun, pemerintah harus menghitung secara cermat aspek keekonomiannya. Jangan sampai malah membebani APBN kita," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Mulyanto menekankan pentingnya aspek keekonomian agar harga DME bersaing dengan elpiji, termasuk juga juga dengan gas alam cair (LNG) atau kompor listrik.

Ia mengingatkan bahwa bila biaya produksi DME lebih mahal, maka ujung-unjungnya  berpotensi membebani APBN.

"Sekarang ini, melalui UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja, untuk proyek hilirisasi minerba dikenakan royalti nol persen. Artinya, potensi penerimaan negara dari proyek gasifikasi batu bara ini adalah zero rupiah. Ini kan semacam subsidi di hulu. Kemudian nanti saat di hilir akan terjadi pengalihan subsidi pemerintah dari subsidi elpiji 3 kilogram menjadi subsidi DME. Ini bisa dobel subsidi," paparnya.

Mulyanto menambahkan kalau harga DME lebih mahal dari harga LPG nonsubsidi, maka akan muncul subsidi level ketiga, yakni selisih antara harga DME dibanding elpiji untuk produk nonsubsidi.

"Ini tentu tidak kita inginkan. Karenanya, hitung-hitungan keekonomian proyek DME ini harus cermat," terang Mulyanto.

Sebenarnya,  menurut dia, opsi pengurangan konsumsi elpiji impor bukan hanya melalui penggunaan DME, tetapi bisa juga melalui penggunaan jaringan gas rumah tangga (jargas) dan kompor listrik.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan tidak ada jadwal mundur untuk proyek-proyek hilirisasi, termasuk untuk hilirisasi batu bara menjadi DME.

"Tadi juga sebelum masuk ke sini saya kumpulkan semua yang berkaitan dengan ini untuk memastikan bahwa ini selesai sesuai yang disampaikan oleh Air Products (investor) dan juga tadi Menteri Investasi (mengatakan waktunya) 30 bulan. Jangan ada mundur, mundur lagi, dan kita harapkan nanti setelah di sini selesai, dimulai lagi di tempat lain," kata Presiden Jokowi di Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022).

Presiden Jokowi mengatakan hal tersebut saat melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Kabupaten Muara Enim, Sumsel.

Proyek hilirisasi itu merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam, PT Pertamina, dan investor asal Amerika Serikat, Air Products.

"Ada yang nyaman dengan impor. Memang duduk di zona nyaman tuh paling enak, sudah rutinitas terus impor, impor, impor, impor, tidak berpikir bahwa negara itu dirugikan, rakyat dirugikan karena tidak terbuka lapangan pekerjaan," ungkap Presiden.

Padahal, menurut Presiden Jokowi, dengan hanya mengurangi impor maka akan membuka lapangan pekerjaan sebanyak 11 ribu-12 ribu.

"Kalau ada lima investasi seperti yang ada di hadapan kita ini, 70 ribu lapangan pekerjaan akan tercipta. itu yang langsung, yang tidak langsung biasanya 2-3 kali lipat. Inilah kenapa saya ikuti terus, saya kejar terus," tambah Presiden.

Baca juga: Presiden Jokowi: Jangan ada jadwal mundur hilirisasi
Baca juga: Presiden: APBN hemat Rp60-70 triliun jika setop impor LPG ganti DME
Baca juga: Anggota DPR: Kaji aspek keekonomian program DME pengganti LPG

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022