Jakarta (ANTARA) - Komnas Perempuan mendorong Polri dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan pemilahan data tindak pidana yang menyebabkan kematian berdasarkan jenis kelamin, hubungan korban dan pelaku, serta motifnya.

"Data pilah kasus pembunuhan berdasarkan jenis kelamin belum tersedia, baik di Polri maupun di BPS," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam acara bertajuk "Peluncuran Pengetahuan Femisida: Lenyap dalam Senyap", di Jakarta, Senin.

Menurut Andy Yentriyani, basis data ini penting untuk mendorong upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan yang lebih baik ke depan dan pemenuhan hak korban atas keadilan.

Baca juga: Komnas Perempuan terima 3.081 aduan kekerasan terhadap perempuan

Pihaknya menjelaskan femisida adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling ekstrem yang merujuk pada pembunuhan terhadap perempuan, yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelamin atau karena gendernya sebagai perempuan.

"Yang didorong oleh rasa superioritas, dominasi, hegemoni, maupun misogini terhadap perempuan, rasa si pelaku memiliki si perempuan," kata Andy Yentriyani.

Pada banyak kasus femisida yang terjadi, menurut dia, kerap terlihat kepuasan dan tindakan sadis yang dilakukan pelaku terhadap korban.

"Ketika femisida terjadi, tidak jarang terlihat adanya penganiayaan yang berlapis, tindakan sadis, dan ketimpangan sosial yang mengitari kejahatan tersebut," katanya.

Baca juga: Komnas Perempuan: Tiga tokoh perempuan layak ditetapkan jadi pahlawan

Baca juga: Komnas Perempuan minta hapus pasal rugikan perempuan di Qanun Jinayat


Untuk mendalami pengetahuan tentang femisida, Komnas Perempuan melakukan kajian tentang femisida dari 10 negara, yakni Belanda, Guatemala, India, Inggris, Malaysia, Meksiko, Nicaragua, Nigeria, Spanyol, dan Turki.

"Bukan hanya menganalisis bentuk penanganan femisida di 10 negara tersebut, praktik baik yang diterapkan negara-negara itu akan digunakan sebagai bahan pijakan untuk mengembangkan rekomendasi kebijakan sistem hukum di Indonesia," kata Andy Yentriyani.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022