Kami menerima surat permintaan dari KPK untuk melakukan audit investigasi itu pada 28 Oktober lalu, insya-Allah akan kami tuntaskan dalam minggu ini."
Surabaya (ANTARA News) - BPK akan mempercepat penyelesaian audit investigasi terkait dugaan keterlibatan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kasus suap terhadap Ketua MK nonaktif Akil Mochtar pada sengketa Pilkada Lebak.

"Kami menerima surat permintaan dari KPK untuk melakukan audit investigasi itu pada 28 Oktober lalu, insya-Allah akan kami tuntaskan dalam minggu ini," kata Ketua IV BPK Dr Ali Masykur Musa kepada Antara di Surabaya, Kamis.

Setelah berbicara dalam workshop "Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK)" yang diadakan Sistem Pengendalian Intern ITS Surabaya pada 31 Oktober-1 November itu, ia menemukan ada ketidaksamaan antara dokumen dan penerimaan dana bansos/hibah tahun 2012.

"Itu temuan sementara yang akan kami dalami terkait dana bansos/hibah sebesar Rp1,1 triliun pada tahun 2012, tapi jangan sampai pada audit investigasi, karena kalau sudah audit investigasi berarti dugaan keterlibatannya kuat," katanya.

Namun, katanya, kecenderungan penyaluran dana bantuan sosial (bansos) dan hibah memang meningkat pada semua daerah menjelang pilkada, apalagi bila "incumbent" maju lagi, sehingga penyalahgunaan dana bansos/hibah untuk kepentingan politik bukan monopoli Banten.

Bahkan, katanya, bansos secara nasional juga meningkat, misalnya tahun 2012 hanya Rp57,5 triliun, tapi pada tahun 2013 menjadi Rp75 triliun dan indikasinya untuk tahun 2014 juga akan meningkat, apalagi APBN juga naik.

Tahun 2012, pihaknya menelusuri 12.947 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp9,7 triliun yang sekitar 75 persen dari hasil audit BPK

"Solusinya, BPK mengeluarkan pendapat bahwa dana bansos dan hibah hendaknya dikurangi untuk mereka yang susah dan tertimpa musibah, sedangkan bantuan alat kesehatan untuk puskesmas jangan dijadikan dana bansos/hibah, tapi dana iu dikembalikan menjadi dana satker (dinas kesehatan). Itu contoh," katanya.

Dalam kaitan itu, ia mengharapkan BPK diberi kewenangan untuk melakukan audit dana parpol. "Selama ini, dana parpol itu masuk dalam bagian dari Kemendagri, sehingga BPK hanya melakukan audit di Kemendagri pada setiap tahun," katanya.

Namun, katanya, penyimpangan tetap saja terjadi, meski kepala daerah yang bermasalah itu bukan hanya kepala daerah yang berasal dari parpol saja, sebab kepala daerah dari nonparpol yang korup juga ada.

"Untuk antisipasi, BPK mestinya diperbolehkan melakukan audit dana parpol, tapi parpol juga tidak dibatasi dananya, sehingga parpol juga diperbolehkan mencari dana atau membuka usaha. Masalah yang terjadi pada parpol itu karena pendanaan parpol dibatasi," katanya.

Dalam workshop yang juga menampilkan Prof Dr Haryono Umar MSc Ak (Irjen Kemdikbud) dan Dr Binsar H Simanjuntak (BPKP Jatim), Ali Masykur mendukung rencana ITS menjadi "Wilayah Bebas Korupsi (WBK)", karena itu dirinya menyarankan pembenahan organisasi, regulasi, sumberdaya manusia, pengawasan internal, akuntabilitas, pelayanan publik, efektivitas, dan budaya kerja.

"Kalau semua pembenahan itu terpenuhi hingga menjadi institusi yang tidak birokratis dan mengutamakan pelayanan, maka saya yakin KPK akan datang untuk menandatangani Kawasan Bebas Korupsi itu. Kalau KPK sudah begitu dan BPK menyatakan wajar tanpa pengecualian, maka dosen dan karyawan di sini bisa diusulkan menerima renumerasi," katanya.

Ia menyebut tiga tanda keuangan yang bagus pada sebuah lembaga yakni semuanya bisa dilacak mulai dari anggaran, dokumen, dan laporan keuangannya. Dua tanda lainnya yakni kepatuhan terhadap aturan dan penyajian anggaran yang bagus (neraca, laporan realisasi anggaran, dan catatan atas laporan keuangan). (*)

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013