Yogyakarta (ANTARA News) - Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Makanan Majelis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta mengimbau masyarakat setempat cermat dan teliti dalam mengonsumsi makanan dalam bentuk kemasan maupun curah.

Auditor Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Makanan (LPPOM) MUI DIY Fuad dalam seminar "Pengawasan Peredaran Daging Babi Sebagai Hasil Olahan Bahan Pangan Asal Hewan di DIY" di Universitas Gadjah Mada, Sabtu, mengatakan saat ini masyarakat susah membedakan makanan yang mengandung daging babi atau tidak, padahal kandungannya dalam makanan patut diwaspadai.

"Tentunya masyarakat biasa susah membedakan sendiri (makanan) mana yang terkontaminasi babi mana yang tidak," kata dia.

Menurut Fuad, masyarakat dapat mencermati ada tidaknya label halal, serta daftar bahan makanan yang digunakan yang tertera pada kemasan.

Makanan kemasan, menurut dia, lebih mudah dicermati dari pada produk makanan curah.

"Harus disempatkan untuk memperhatikan ada tidaknya label halal, bahan pembuatannya dari apa saja. Sementara kalau makanan curah memang relatif sulit dipertanggungjawabkan," katanya.

Meskipun demikian, jaminan halal, makanan kemasan maupun curah yang beredar di DIY, sebagian besar telah teregistrasi halal.

"Kalau Yogyakarta sudah (bersertifikat halal), yang banyak belum bersertifikat hanya rumah makan," katanya.

Ia berharap perusahaan makanan serta pemerintah juga perlu menjamin kehalalan kandungan makanan yang beredar di pasaran berupa pangan asal hewan khususnya karkas, daging, dan jeroan yang dimasukkan dan dikonsumsi masyarakat.

Sementara itu, Kepala Seksi Diagnostik Kehewanan UPTD Balai Pengembangan Bibit Pakan Ternak dan Diagnostik Kehewanan Dinas Pertanian DIY Untung Suharto memaparkan sesuai hasil uji laboratorium, kandungan spesies babi pada daging sapi dan olahannya mengalami penurunan di DIY.

Pada 2013, dari 175 sampel makanan yang diujikan 31 yang positif mengandung babi atau 17,7 persen, sementara 2014 hanya 3 yang positif atau 4,92 persen.

Anggota Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Dwi Priyono mengatakan kandungan daging babi di berbagai makanan perlu diwaspadai bagi masyarakat yang mengharamkan sebab nilai ekonomi babi memang cukup tinggi untuk menggantikan bahan makanan tertentu.

"Hampir setiap bagian tubuhnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dari darah, kulit, tulang, serta dagingnya. Keunggulan itu ditambah dengan mudah dan murahnya memelihara babi sehingga semakin menggiurkan orang terlibat dalam perniagaan babi," katanya.

Oleh sebab itu, menurut dia, pelaku usaha tetap perlu diwajibkan memberikan informasi yang benar dan jujur terkait kandungan makanan kepada konsumen.

Selain itu, masyarakat juga berhak mendapatkan pendidikan agar memahami persoalan konsumen dan upaya perlindungannya.

"Edukasi penting diberikan bagi masyarakat awam agar lebih kritis atau setidaknya mengerti cara mengenali kandungan makanan," katanya.

(KR-LQH/N002)

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014