Banda Aceh (ANTARA News) - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menyatakan dana hibah Pemerintah Jepang senilai Rp285,1 miliar dari dana sebesar Rp1,087 triliun untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascatsunami diduga hilang karena tidak jelas keberadaannya. Koordinator GeRAK Aceh, Akhiruddin Mahjuddin di Banda Aceh, Rabu, menyatakan, dana sebesar Rp1,087 triliun yang disalurkan melalui Japan International Cooperation System (JICS) baru digunakan Rp829,8 miliar. Sementara sisa dana senilai Rp258,1 miliar belum diketahui secara jelas nasibnya dan diduga hilang karena hingga kini tidak jelas penggunaannya. Ia mengatakan, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada indikasi korupsi yang merugikan negara sebesar Rp258,1 miliar. Berdasarkan konfirmasi lisan kepada Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Banda Aceh yang dilakukan BPK pada 9 Mei 2005, ternyata dana hibah tersebut masih ditetapkan dan dicatat sebagai realisasi pada Satuan Kerja Sekretariat, Keuangan, Komunikasi, dan Informasi BRR Aceh-Nias. Temuan itu memperlihatkan masih lemahnya BRR Aceh-Nias dalam menjalankan kewenangan dan tanggungjawabnya atas koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses rekonstruksi, katanya. "Kasus JICS membuktikan bahwa BRR Aceh-Nias tidak cukup mampu untuk memastikan pihak asing berkonstribusi dalam proses pembangunan Aceh-Nias dalam bingkai koordinasi dengan BRR," ujar bakal calon Walikota Banda Aceh itu. Karena itu, Gerak Aceh mendesak BRR untuk menyampaikan kepada publik secara terbuka atas temuan BPK mengenai sisa bantuan Jepang tersebut. Sementara itu, Juru Bicara BRR Aceh-Nias, Mirza Keumala, membantah tudingan lembaga anti korupsi tersebut. Menurut dia, bantuan yang disalurkan Pemerintah Jepang melalui JICS bukan dalam bentuk uang, tapi bantuan barang dan jasa. BRR tidak bersentuhan dengan satu sen dollar dan yen pun, katanya. Bantuan tersebut dalam bentuk barang seperti beco dan alat berat lainnya itu pengadaannya dilakukan sendiri oleh JICS dan disalurkan kepada departemen atau lembaga terkait dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Mengenai adanya dana sisa yang dipersoalkan Gerak itu, kata Mirza, terjadi karena proses pencatatan di Kantor Wilayah Anggaran Banda Aceh belum selesai. "Dana itu sedang dalam proses pencatatan akuntansi keuangan. Saat ini masih diproses oleh Departemen Keuangan melalui Kanwil Anggaran Banda Aceh. Kita perlu meluruskan ini," ujar Mirza. "BRR tidak menerima bantuan dalam bantuan dalam bentuk uang. Jadi tidak bisa disebutkan indikasi korupsi," katanya. Lebih jauh Mirza mengatakan, bantuan yang disalurkan JICS tersebut pada masa tanggap darurat atau sebelum BRR Aceh-Nias terbentuk. Itu bantuan di masa tanggap darurat, demikian Mirza Keumala.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006