Bangkok, Thailand (ANTARA News) - Asia Tenggara membutuhkan saluran migrasi legal untuk membantu penumpasan penyelundupan manusia, kata Organisasi Migrasi Internasional (IOM), Kamis.

IOM mengeluarkan pendapat itu beberapa hari setelah pihaknya mendesak dilakukannya upaya untuk mencegah bencana tahun ini terulang, yaitu saat ratusan pengungsi hilang di laut atau tewas di hutan, lapor Reuters.

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) beranggotakan 10 negara itu bulan lalu membentuk masyarakat ekonomi untuk membebaskan modal dan perdagangan, namun membatasi aturan pergerakan buruh, meskipun kawasan itu memiliki jutaan pekerja migran.

"Di sini butuh saluran migrasi legal jadi jangan sampai pada akhirnya kita secara tidak sadar membantu para penyelundup," kata Direktur Jenderal IOM William Lacy Swing kepada sejumlah wartawan.

"Jika pihak berwenang yang mengeluarkan visa tidak dapat memberikan jalan bagi mereka untuk medapatkan pekerjaan, tentunya mereka akan mendatangi penyelundup dan membayar sejumlah uang."

Ratusan pekerja migran dari Bangladesh dan Myanmar telah melarikan diri dari penganiayaan dan kemiskinan baru-baru ini, memasrahkan kehidupan mereka di tangan penyelundup manusia untuk mencapai negara-negara berprospek lebih bagus di Asia Tenggara dan sekitarnya.

Lacy berbicara menjelang berlangsungnya pertemuan di Bangkok pekan ini untuk membahas krisis migran. Pertemuan itu merupakan tindak lanjut pembahasan pada Mei, ketika bencana kemanusiaan itu terbentang, seperti negara-negara Eropa yang bergulat menangani para pengungsi yang menyelamatkan diri dari perang di Suriah dan Irak.

Tindakan pencegahan polisi Thailand terhadap kelompok-kelompok penyelundup manusia memicu krisis di kawasan pada awal tahun ini. Krisis diikuti dengan penemuan 30 jenazah di kuburan dekat perbatasan Thailand-Malaysia pada bulan Mei, yang memicu kecaman internasional.

Tindakan keras telah memutus rute penyelundupan, menyisakan ribuan migran terbengkalai di lautan. Lebih dari 4.000 dari pengungsi itu mendarat di Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, and Bangladesh.

Lebih dari 1.900 migran dari Myanmar dan Bangladesh masih berada di penampungan dan pusat penahanan imigrasi, menurut IOM. Banyak di antara mereka adalah anggota kelompok minoritas Muslim Rohingya Myanmar, yang melarikan diri dari situasi bagaikan apartheid di negara bagian Rakhine di negara itu.

Belum jelas, apakah pemilihan umum pada bulan November di Myanmar yang dimenangi oleh partai oposisi Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), akan mampu mengubah keadaan di Rohingya, kata Lacy.

Oktober dan November menandai dimulainya empat bulan musim pelayaran, waktu tersibuk bagi kapal-kapal penyelundup untuk melayari Teluk Benggala.
(Uu.M038/T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015