Jakarta (ANTARA News) - PBNU, KWI, PGI, Walubi/NSI, Matakin, dan PHDI mengajak umat jernih dalam melihat persoalan yang menimpa Muslim Rohingya di Myanmar agar tidak mudah diprovokasi oleh pihak tertentu.

"Apa yang terjadi di Rohingya adalah tragedi kemanusiaan. Kita harus meletakkannya dalam kacamata kemanusiaan tanpa pernah tersekat dan terkotak oleh keyakinan tertentu," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Jumat.

Bersama Henriette Hutabarat dari PGI, Romo Agustinus Ulahayana dari KWI, Uung Sendana dari Matakin, dan Suhadi Sendjaja dari NSI/Walubi, Said Aqil membuat pernyataan sikap Solidaritas Lintas Agama untuk Kemanusiaan Rohingya di Kantor PBNU.

Tokoh lintas agama mengutuk dan mengecam segala bentuk kekerasan karena mencederai kemanusiaan, termasuk yang menimpa Muslim Rohingya.

"Apa pun alasannya, hal tersebut sama sekali tidak dibernarkan oleh agama dan keyakinan mana pun," kata Said Aqil.

Namun, lanjut dia, apa yang terjadi di Rohingya lebih kompleks dari sekadar simplifikasi isu soal agama. Di sana ada perebutan sumber daya dan juga ada pertarungan politik sehingga yang peling tepat adalah mendudukkan tragedi di Rohingya sebagai tragedi kemanusiaan.

Untuk itu, tokoh lintas agama menyerukan kepada seluruh umat beragama untuk berpartisipasi aktif dalam menggalang donasi dan bantuan kemanusiaan kepada korban tragedi kemanusiaan di Rohingya.

"Langkah paling bijaksana dan nyata sekaligus dibutuhkan oleh korban saat ini adalah bantuan berupa makanan, sarana kesehatan, dan juga sarana pendidikan," kata Said Aqil.

Tokoh lintas agama mengapresiasi dan mendukung penuh langkah Pemerintah Indonesia dalam rangka mengupayakan solusi untuk mengatasi tragedi kemanusiaan yang terjadi di Rohingya.

"Langkah tersebut merupakan langkah konkret dan sigap dalam menyikapi tragedi yang sedang berlangsung," kata Said Aqil.

Di sisi lain mereka mendesak seluruh elemen internasional, PBB dan ASEAN untuk bersama lebih proaktif mencari langkah dan solusi dalam menyelesaikan tragedi kemanusiaan yang sedang terjadi.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017