Kendari (ANTARA News) - Penegakan hukum yang dilakukan pemerintah sekarang ini tidak main-main dan tidak pilih-pilih baik itu kepada masyarakat biasa maupun pejabat atau mantan pejabat yang terbukti melakukan pelanggaran.

Bahkan, saat pejabat masih bertengger di posisinya juga tidak lepas dari jeratan penegakan hukum yang dilakukan pemerintah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun Kejaksaan terus memantau dan menindak para pejabat atau siapa saja yang melakukan pelanggaran.

Dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para pejabat yang masih berkuasa atau mantan pejabat yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum berupa korupsi. Di Sulawesi Tenggara sendiri sampai menjelang akhir tahun 2018 telah terjadi tiga kali OTT terhadap pejabat atau mantan pejabat karena mereka terindikasi melakukan tindak pidana korupsi.

Pada pengujung Februari 2018, masyarakat Kota Kendari khususnya dan Sulawesi Tenggara dikejutkan dengan pemeriksaan pejabat dan mantan pejabat serta pengusaha oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Adriatma Dwi Putra yang baru menjabat sebagai wali kota Kendari sekitar empat bulan dan calon gubernur (cagub) nomor urut dua, Asrun, serta mantan ketua kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawati Faqih, dan beberapa orang lainnya diperiksa KPK di kantor Polda Sultra pada Rabu (28/2).

Asrun yang sebelumnya menjabat sebagai wali kota Kendari dua periode yang digantikan Adriatma Dwi Putra mempunyai hubungan sedarah yaitu antara ayah dengan anak.

Diduga, kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat itu, Wali Kota Kendari bersama-sama pihak lain menerima hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari tahun 2017-2018 senilai total Rp2,8 miliar.

"Diduga PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Januari 2018 ini, PT SBN memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko - Kendari New Port dengan nilai proyek Rp60 miliar," ucap Basaria.

Sebagai pihak yang diduga penerima Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau pasal 12 huruf a atau huruf b UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan diduga pihak pemberi Hasmun disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk mengisi kekosongan jabatan di Kota Kendari, Pemprov Sultra bergerak cepat dan dua hari atau Jumat (2/3) dengan menunjuk Wakil Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir, menerima surat penugasan sebagai Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Kendari.

Penugasan Wakil Wali Kota Kendari selaku Plt Wali Kota Kendari itu tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Sultra Nomor 131.74/1201 tanggal 2 Maret 2018 dengan menunjuk SK Mendagri nomor.131.74/790/OTDA tanggal 1 Maret 2018 perihal penugasan Wakil Wali Kota Kendari selaku Pelaksana Tugas Wali Kota.

Berdasarkan ketentuan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9/2015 tentang perubahan kedua atas UU No. 23/2014 yang memuat beberapa pengaturan yakni pada ketentuan pasal 65 ayat (3) huruf c menyatakan bahwa Kepala Daerah yang sedang menjalani tahanan dilarang melakukan tugas dan kewenangannya.

Dibagian lain pasal 66 ayat (1) huruf c menyatakan bahwa, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang sebagai kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.

"Menyangkut bila ada kebijakan strategis, saya harap Plt Wali Kota Kendari tetap melakukan koordinasi dengan Wali Kota Kendari. Sebab walaupun Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) sudah menjadi tahanan KPK, masih bisa melakukan koordinasi dengan yang bersangkuta," kata Pejabat Gubernur Sultra, Teguh Setyobudi saat itu.

Belum hilang rasa terkejut terkait OTT yang dilakukan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya Asrun, masyarakat Sulawesi Tenggara kembali dikejutkan dengan OTT Bupati Buton, Agus Feisal Hidayat, oleh KPK, pada Mei 2018.

Bersama Bupati Buton Selatan juga ikut diamankan sembilan orang terkait dengan OTT yang dilakukan terhadap Bupati Buton Selatan.

"Kesembilan orang itu tentunya akan diperiksa terkait peran masing-masing terhadap kasus yang diduga OTT terhadap Bupati Buton Selatan," kata Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhardt, saat itu.

Pada 23 Mei 2018 sekitar pukul 17.00 wita bertempat di rumah jabatan Bupati Buton Selatan Jl. Gajah Mada Kelurahan Laompo Kecamatan Batauga Kabupaten Buton Selatan berlangsung operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat.

OTT berawal dari penangkapan salah seorang pengusaha dan kemudian menyusul Bupati Buton Selatan. Dalam OTT ini turut diamankan 10 orang yang terdiri atas Bupati Buton Selatan, Agus Feisal Hidayat kemudian, seorang pengusaha, beberapa pejabat lingkup Pemkab Buton Selatan.

Agus Feisal Hidayat (Bupati Kabupaten Busel) bersama 9 orang lainnya yang diamankan tiba di ruangan Reskrim Polres Baubau dibawa oleh Tim KPK guna menjalani pemeriksaan awal pukul 19.45 Wita.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa empat kardus dan Rp400 juta uang. "Tim menduga telah terjadi transaksi dan mengamankan uang sekitar Rp400 juta, diduga terkait proyek di daerah setempat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.



Kejaksaan

Belum hilang dalam ingatan soal OTT yang dilakukan terhadap pejabat dan mantan pejabat di Sultra, menjelang akhir tahun tiba-tiba muncul kembali OTT di provinsi ini. Kali ini yang terkena OTT adalah Sekretaris Dinas Pendidikan Nasional (Sekdisnas) Sulawesi Tenggara oleh Kejaksaan Negeri Kota Kendari karena dugaan kasus korupsi.

Peristiwa OTT terhadap Sekdisnas Sultra yang berinisial LD terjadi pada Rabu (28/11) sekitar pukul 17.00 Wita di salah satu hotel yang ada di ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara dengan barang bukti uang Rp425 juta.

Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra, Tomo Sitepu menjelaskan, LD diduga meminta fee 10 persen dari anggaran dana alokasi khusus (DAK) Dinas Pendidikan Sultra dengan rincian Rp102 miliar untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Rp80 miliar untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

"Sumber dana itu adalah dana untuk pelatihan siswa, pembangunan laboratorium, dan pembangunan rumah dinas," tutur Sutomo.

Begitu melakukan OTT, Kejaksaan Negeri Kota Kendari langsung melakukan gerak cepat dengan menyegel ruang kerja Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan LD (57) pada keesokan harinya atau Kamis (29/11).

Kedatangan satuan khusus pemberantasan korupsi yang mengenakan pakaian seragam Korpri mengejutkan aparatur sipil negara (ASN) di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang beralamat di Jl M Hatta, Kelurahan Sodooha, Kota Kendari.

"Dana itu untuk pelatihan siswa, pembangunan laboratorium, dan pembangunan rumah dinas," ujar Tomo.

Satuan khusus kejaksaan telah melakukan pengintaian terhadap aktivitas LD sejak beberapa hari lalu, sehubungan pelaksanaan kegiatan pelatihan para kepala sekolah SMA, SMK, dan sekolah menengah luar biasa se-Sultra di Kendari.

Setelah melalui pemeriksaan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat berinisial LD menjadi tersangka kasus operasi tangkap tangan (OTT) di salah satu hotel di Kendari.

Tomo Sitepu saat memberikan keterangan pers mengatakan penetapan LD sebagai tersangka setelah timnya melakukan pemeriksaan terhadap LD dan beberapa barang bukti.

Selain itu juga memeriksa beberapa saksi baik di lingkungan Dinas Pendidikan Sultra maupun terhadap beberapa kepala sekolah dan pihak SMA dan SMK. "Hingga saat ini penyidik kejaksaan sudah melakukan pemeriksaan terhadap 17 saksi," katanya.

Sepanjang tahun 2018 Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menangani sedikitnya 30 kasus tindak pidana korupsi.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra, Mudim Aristo, mengungkapkan untuk kasus tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sultra sebanyak 30 kasus dan jumlah tersebut masih dalam tahap penyelidikan, sedangkan kasus yang dalam tahap proses penyidikan sebanyak 35 kasus.

"Untuk tindak pidana khusus ada 30 kasus yang saat ini kita tangani dan dalam tahap penyelidikan, dan penyidikan sebanyak 35 kasus," ungkap Mudim Aristo.

Selain itu ungkap Mudim Aristo terdapat 42 kasus dalam proses pra-penuntutan dari kejaksaan dan 24 perkara dari kepolisian.

Menurut Mudim Aristo kasus yang sudah tingkatan penuntutan dari kejaksaan sebanyak 38 perkara dan dari kepolisian 32 perkara, sementara yang sudah ditetapkan atau diputus sebanyak 63 perkara.

"Dalam perkara tindak pidana khusus, uang negara yang berhasil diselamatkan Kejaksaan Tinggi Sultra sebanyak Rp12,717 miliar lebih," ungkapnya.*



Baca juga: Jakgung apresiasi Kejari Kendari terkait OTT Sekdis

Baca juga: Kasus suap wali kota Kendari, rekanan dan dua PNS diperiksa

Baca juga: KPK awasi dinasti politik di daerah





 

Pewarta: Hernawan Wahyudono
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018