Dengan konsep pertanian digital, petani bisa mengukur hasil pertanian secara lebih terukur
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, La Ode Kamaluddin menggagas konsep pertanian digital atau "digital farming" meningkatkan hasil produksi pertanian nasional untuk mengantisipasi ketergantungan terhadap produk pangan impor.

"Model ini kalau kita kembangkan di daerah-daerah di luar Pulau Jawa sangat menguntungkan dan jumlahnya akan meningkat lebih besar," kata La Ode dalam diskusi bertajuk "Petani, Nelayan, dan Ekonomi Rakyat", di Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta, Rabu.

Menurut dia konsep tersebut banyak dikembangkan di negara-negara maju karena sudah terbukti persediaan stok cadangan pangan meningkat dengan sistem tersebut.

Dia meyakini konsep tersebut akan menarik minat generasi muda di sektor pertanian karena selama ini mereka tidak melirik profesi petani menjanjikan untuk masa depan.

"Dengan konsep pertanian digital, petani bisa mengukur hasil pertanian secara lebih terukur. Pengembangannya, bisa melibatkan universitas dan akademisi yang menag fokus di sektor pertanian," ujarnya.

Dia mengatakan kebutuhan beras nasional per-bulannya mencapai 9 juta ton dan itu bisa dipenuhi dengan konsep pertanian digital.

Menurut dia, berdasarkan data Kementerian Pertanian, potensi produksi beras akan terus meningkat misalnya Januari 2018 sebanyak 2.668.764 ton, Februari sebanyak 5.388.600 ton, Maret sebanyak 7.441.842 ton, dan April sebanyak 5.283.498 ton.

"Sembilan juta ton itu kecil kalau kita kembangkan dengan itu karena tidak ada bangsa yang bisa bertahan kalau pangannya berasal dari luar," katanya.

Dalam diskusi tersebut, pemerhati isu pangan dan perempuan, Sidrotun Naim mengungkap alasan mengapa anak muda malas bertani seperti harga pupuk mahal, benih mahal, tetapi harga komoditas pertanian setelah panen anjlok, hingga susahnya akses permodalan bagi petani dan nelayan.

Terkait akses permodalan bagi petani dan nelayan, Sidrotun mendorong agar Prabowo-Sandi membentuk lembaga keuangan yang pro kepada petani dan nelayan.

Lembaga keuangan itu, menurut dia harus diwujudkan untuk menghadirkan keadilan bagi petani dan nelayan sebagai tulang punggung kedaulatan pangan di Indonesia.

"Karena itu tidak salah juga kalau anak muda tidak mau bertani, karena pupuknya mahal, benihnya mahal, tapi pas dijual harganya jatuh," katanya.

Baca juga: Sandiaga dorong anak muda terjun ke sektor pertanian
Baca juga: 75 juta perangkat pertanian terhubung ke internet pada 2020
Baca juga: Masuki era Industri 4.0, Kementan kembangkan layanan karantina digital

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019