Surabaya (ANTARA News) - Dalam dua pekan ini Indonesia dihebohkan oleh berita pengungkapan kasus pelacuran dalam jaringan (daring) yang diduga melibatkan satu artis ibu kota berinisial VA dan satu foto model berinisial AS oleh Polda Jawa Timur di sebuah hotel di Surabaya, Sabtu (5/1).

Saat penggerebekan itu, polisi setidaknya mengamankan lima orang, dua artis, VA dan AS, dua manajemen dan satu germo yang ditetapkan sebagai tersangka. Selain heboh karena melibatkan artis ibu kota, masyarakat dikagetkan dengan tarif pelacuran tersebut.

Terungkap, pria hidung belang yang ingin menyewa VA harus merogoh uang sebesar Rp80 juta. Sementara model AS tarifnya berkisar Rp25 juta. Tak hanya itu, saat penyidikan, ditemukan fakta bahwa tidak hanya artis VA dan AS yang terlibat dalam praktik haram tersebut. Setidaknya 45 artis dan seratusan model yang dikendalikan germo ES dan TN.

Publik semakin dikagetkan ketika Polda Jatim mengungkap enam artis lain yang diduga terlibat bisnis tersebut. Dari enam artis, dua di antaranya merupakan mantan finalis Puteri Indonesia berinisial ML, BS, FG, RF, AC dan TP. Mereka terduga kuat terlibat praktik pelacuran berdasarkan bukti-bukti yang ada saat pemeriksaan ES dan TN.

Tarif yang dipatok bisnis ini sangat fantastis yakni di kisaran Rp25 juta paling murah hingga ratusan juta untuk sekali kencan.

Salah satu mantan finalis Puteri Indonesia berinisial FG memenuhi panggilan Polda Jatim pada Kamis (17/1) untuk diperiksa perihal keterlibatannya di bisnis itu. FG diperiksa 11 jam dari mulai pukul 13.00 hingga 00.13 WIB.



Germo ditangkap

Hingga saat ini ada lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka antara lain germo ES, TN, F dan W. Artis VA juga ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronika (ITE) karena dengan sengaja mengekspos gambar dan video untuk pelacuran daring serta diancam enam tahun penjara.

Dua germo, yakni F dan W baru saja tertangkap setelah beberapa hari masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Keduanya telah menjalani pemeriksaan untuk disinkronkan data digital dengan bukti-bukti yang didapat.

"Peran W ini sebagai fasilitator atas permintaan germo TN. Dari situ dia juga mengakses ke germo F untuk kemudian diterima oleh germo S. Posisi keempatnya sejajar. Dimana antarkeempatnya saling memenuhi untuk menyediakan pekerja seks," kata Yusep.

Polisi sendiri menegaskan akan terus mengembangkan kasus tersebut dengan menangkap dua terduga muncikari yang masuk DPO.



Bukan Kasus Baru

Sejatinya, pelacuran di kalangan artis bukan berita baru. Beberapa tahun lalu polisi juga mengungkap praktik tersebut yang melibatkan artis AA dan menetapkan pria berinisial RA sebagai tersangka.

Di Surabaya, Polrestabes setempat, pernah membongkar kasus serupa yang melibatkan artis berinisial AS. Hal itu menunjukkan, bisnis pelacuran telah melibatkan banyak pihak di semua lapisan.



Pemakai perlu dijerat

Dengan fakta itu, selain pengungkapan siapa saja yang terlibat di dalamnya seperti germo dan artis, publik menantikan siapa pria "pemakai" jasa pelacuran artis. Pada kasus VA, polisi mengungkap penyewa VA adalah seorang pengusaha tambang di Lumajang, Jawa Timur, keturunan Tionghoa berusia 45 tahun berinisial R.

Namun tetap saja, pria berinisial R hingga kini statusnya masih sebagai saksi dan belum juga ditampilkan. Hal itu lantaran tak ada regulasi ataupun undang-undang yang bisa menjeratnya sebagai tersangka.

"Tolong tunjukkan kepada saya apakah itu Undang-undang trafficking, apakah itu UU lainnya, sampaikan ke saya UU-nya, barang siapa laki-laki yang menggunakan prostitusi akan dihukum, tidak ada," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera.

Konsumen pelacuran bisa dijerat pidana dengan UU tentang perzinahan, namun syaratnya sang istri harus melapor, karena itu adalah delik aduan murni.

Mencermati kasus itu, Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur mendesak dibuatnya aturan agar pemberi dan pengguna jasa dalam kasus pelacuran dalam jaringan yang melibatkan artis dapat dipidana.

Ketua Umum MUI Jawa Timur KH Abdussomad Buchori saat mendatangi Mapolda Jatim di Surabaya, beberapa waktu lalu mengatakan, dalam penanganan kasus pelacuran selama ini, hanya germo atau muncikari yang dijerat, sedangkan pemberi dan pengguna jasa dibiarkan bebas.

"DPR RI harus segera membuatkan undang-undang yang bisa menjerat pemberi dan pengguna jasa prostitusi. Ini dimaksudkan agar mereka yang biasa menjajakan diri dan penggunanya bisa mendapat efek jera," kata Abdussomad.

Pembuatan UU yang dapat menjerat pemberi dan pengguna jasa pelacuran demi kepentingan masyarakat Jatim dan juga Indonesia

Dengan kondisi seperti itu, selain tugas polisi untuk mengungkap tuntas kasus ini, DPR juga mempunyai pekerjaan rumah yang tidak kalah penting untuk segera merampungkan pembuatan Rancangan Undang-undang (RUU) yang tidak hanya menjerat germo tapi juga pekerja dan juga penyewa untuk memberikan efek jera tak hanya bagi penjual tapi juga pekerja dan penikmatnya.*


Baca juga: Polisi kembali tangkap germo pelacuran artis

Baca juga: Polda Jatim periksa mantan finalis Puteri Indonesia

Baca juga: Vanessa Angel tak dapat dukungan keluarga


 

Pewarta: Indra Setiawan dan Willy Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019