Jakarta (ANTARA) - Badan riset nasional bisa menjadi lembaga koordinator untuk berbagai program penelitian dan pengembangan yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga di Indonesia, kata pengamat kelembagaan riset dan inovasi Dr Unggul Priyanto.

"Selama ini total anggaran riset kita disebut-sebut sebenarnya cukup besar, tapi terpencar di berbagai lembaga dan kementerian, karena diecer-ecer hasilnya jadi dinilai kurang memuaskan," kata Unggul yang juga Kepala BPPT tahun 2014-2018 itu di Jakarta, Rabu.

Karena itu ia sangat setuju, pembentukan badan riset dan inovasi nasional (BRIN) seperti yang digagas oleh Calon Wakil Presiden nomor urut 01 dapat mengatasi tumpang-tindihnya riset selama ini dan membuat kegiatan riset dan inovasi nasional menjadi lebih fokus sesuai kebutuhan.

"Memang kami akui, banyak yang tumpang-tindih riset antara satu lembaga dengan lembaga lain, karena masing-masing meneliti sementara tidak mengetahui yang sudah diteliti pihak lain," katanya.

Total anggaran tahunan penelitian Indonesia, menurut dia, mencapai Rp27 triliun, namun tersebar di berbagai badan penelitian dan pengembangan (balitbang) kementerian, dan hanya Rp6 triliun di antaranya yang dialokasikan bagi Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), misalnya BPPT yang hanya memperoleh alokasi anggaran Rp1,1 triliun dan LIPI Rp1,3 triliun.

"Jadi memang harus ada badan yang khusus merencanakan, menyeleksi, sekaligus mengalokasikan anggaran ke berbagai program riset dan inovasi secara nasional yang dialokasikan ke berbagai tema di berbagai lembaga yang ada," kata perekayasa utama BPPT ini.

Hanya saja, lanjut dia, apakah bentuknya berupa badan, karena dalam peraturan yang ada, badan tidak membawahi badan-badan lainnya, namun demikian bukannya tidak mungkin jika peraturannya disesuaikan.

Namun ia menganggap tidak tepat jika pembentukan BRIN merupakan penggabungan dari berbagai lembaga riset seperti BPPT, LIPI, Lapan, Batan serta berbagai balitbang kementerian.

"Opsi ini terlalu berat, karena berarti memindahkan dan meleburkan begitu banyak sumber daya manusia, aset, hingga anggaran dan bisa mengacaukan dan melenyapkan berbagai hasil riset dan inovasi yang selama ini dihasilkan," katanya.

Pilihan berikutnya, ujar Unggul, BRIN adalah campuran antara penggabungan lembaga-lembaga riset dan inovasi yang sudah ada (LPNK) dan penggabungan berbagai badan litbang kementerian.

"Namun cara ini juga berpotensi menghilangkan banyak subjek riset karena keterbatasan struktur organisasi. Karena itu, ini juga bukan cara yang ideal. Cara yang paling baik adalah tanpa ada penggabungan," ujarnya.

Debat putaran ketiga pada Minggu malam (17/3) diikuti dua calon wakil presiden bertema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial dan budaya.

Pemilihan Presiden 2019 diikuti dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, yaitu pasangan 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan pasangan 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.

Baca juga: Peneliti: Badan Riset Nasional tidak diperlukan
Baca juga: TKN sebut ide Badan Riset Nasional Ma'ruf Amin jitu
Baca juga: AIPI nilai pembentukan badan riset nasional kurang efektif

Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019