Jakarta (ANTARA) - Massa dari berbagai organisasi masyarakat mulai berkumpul di Kawasan Patung Kuda Monumen Nasional sejak pukul 08.00 WIB untuk mengikuti proses sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019.

Massa yang didominasi ibu-ibu itu bahkan telah datang ke kawasan Patung Kuda sejak pukul 07.00 WIB. Mereka kompak mengenakan baju putih-putih sambil membawa papan-papan berisi pesan protes penyelenggaraan Pemilu.

"Kita kawal MK (Mahkamah Konstitusi) jangan ada yang dicurangi. MK harus berani memutuskan adanya kecurangan," ujar Dasimah warga asal Kampung Rambutan, Kamis.

Ia mengaku rela datang beserta rombongan karena menganggap proses Pemilu telah terjadi kecurangan. Maka dari itu, kata dia, aksi ini merupakan perjuangan untuk menuntut keadilan.

"Pemerintah harus bertanggung jawab atas ratusan petugas pemilu dan syuhada yang meninggal akibat kerusuhan 21-22 Mei 2019," kata dia.

Aksi kali ini bukan hanya dihadiri oleh massa yang berasal dari Jakarta saja, warga dari berbagai wilayah daerah juga ikut dalam unjuk rasa tersebut.

Baca juga: Jelang sidang putusan MK, Ma'ruf Amin berkegiatan di Rumah Situbondo

Suprihatini contohnya, ia bersama tujuh orang temannya datang dari Bandung menggunakan kereta api sejak Rabu shubuh. Ia rela meninggalkan urusan rumah tangga di rumah untuk mengikuti aksi.

Begitu pula dengan Cipto, seorang warga Tegal yang rela pergi sendirian. Ia berdalih kedatangannya untuk membela kebenaran dan berharap MK mengabulkan gugatan yang dilayangkan kubu Prabowo-Sandi.

"Salah satu Paslon sudah melakukan kecurangan secara TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Saya meminta keadilan," kata dia.

Sementara itu, Mahkamah Konstitusi memajukan jadwal pembacaan putusan untuk perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden (sengketa Pilpres) 2019, yang semula dijadwalkan pada Jumat (28/6) menjadi Kamis (27/6). Agenda pembacaan putusan akan dilakukan pada pukul 12.30 WIB.

Baca juga: Inilah alasan-alasan MK dalam memutus perkara

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019