Sejarawan
sekaligus aktor senior Indonesia Slamet Rahardjo merasa terhormat bisa
menginjakkan kakinya di Kalimantan Utara (Kaltara). Ia didaulat menjadi salah
satu narasumber kegiatan dialog kebudayaan Biro Pengelolaan Perbatasan Negara
Setprov Kaltara. Apa saja pesannya untuk Bumi Benuanta-sebutan Provinsi
Kaltara?
AYU
PRAMESWARI, Humas Provinsi Kaltara
Kurang lebih 1 jam lamanya, Slamet Rahardjo memberikan materi kebudayaan dihadapan
peserta yang datang dari lembaga atau kerukunan adat Nunukan, Malinau, dan
Bulungan, sejumlah camat perbatasan, pelaku pengelola kebudayaan, Kepala Bagian
(Kabag) Pengelolaan Perbatasan dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar) Malinau, Kabag Pengelolaan Perbatasan dan Kebudayaan Nunukan dan
perwakilan mahasiswa Universitas Kaltara (Unikal).
Menurut
Slamet, berbagai permasalahan di perbatasan dapat diatasi oleh masyarakat
Kaltara sendiri tanpa bantuan masyarakat daerah lainnya. Dengan catatan,
berbagai permasalahan dipecahkan melalui pendekatan sosial budaya. Salah satu
langkah kongkretnya ialah mengutamakan musyawarah termasuk terus menjaga budaya
gotong royong.
Ia
meyakini warga Kaltara memiliki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup
baik, yang mengedepankan penerapan nilai-nilai sosial budaya. "Warga
Kaltara harus yakin akan potensi dirinya sendiri. Seperti yang dilakukan oleh
masyarakat Banyuwangi (Jawa Timur), Jember (Jawa Timur) juga Bangka Belitung
(Kepulauan Bangka Belitung)," sebutnya.
Kaltara
harus berbangga karena dengan adanya statemen politik Presiden Joko Widodo yang
menyatakan bahwa Kaltara adalah beranda terdepan negara Indonesia. Oleh
karenanya Kaltara harus menunjukkan 'keperkasaannya' melalui dorongan
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Lanjutnya, wilayah-wilayah
perbatasan di Kaltara masih sangat bergantung dengan negara sebelah, hal itulah
yang menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi, sosial dan budaya. Jika hal ini
berlangsung terus menerus maka daerah perbatasan Kaltara akan kehilangan
eksistensinya.
Akan
tetapi, di lain sisi ketergantungan kepada negara tetangga dipengaruhi karena
kondisi rill saat ini, utamanya infrastruktur. Persoalan lain, kata Slamet di
bidang politik hukum dan keamanan seperti perdagangan manusia, perdagangan
ilegal, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal dan jalur peredaran narkoba akan
berdampak pada disintegrasi bangsa. "Hal-hal seperti ini yang bisa
mengancam berkurangnya wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) di
perbatasan khususnya," katanya.
Permasalahan-permasalahan
tersebut perlu solusi yang baik salah satunya dengan menyandingkan pembangunan
infarstruktur, hukum dan keamanan dengan kondisi sosial budaya masyarakat.
"Pembangunan aspek sosial budaya itu adalah bagian penting dari
pembangunan, jadi jangan sampai pembangunan dilakukan tanpa dibarengi dengan
nilai budaya. Budaya harus tetap dipertahankan agar tidak luntur karena
pemabngunan," ujarnya. Sebagai provinsi baru, Slamet juga mengharapkan
agar anak-anak muda turut berkontribusi dalam pembangunan sosial dan
kebudayaan. Artinya anak muda harus berperan aktif melestarikan nilai-nilai
luhur adat istiadat agar tak luntur ditelan zaman.
Kala Slamet Rahardjo Bicara Soal Kebudayaan Kaltara
DIALOG KEBUDAYAAN : Slamet Rahardjo didampingi Asisten I Setprov Kaltara Sanusi berfoto bersama peserta dialog kebudayaan Biro Pengelolaan Perbatasan Negara Setprov Kaltara di Ruang Pertemuan Hotel Pangeran Khar, Kamis (28/9). (dok humas)
DIALOG KEBUDAYAAN : Slamet Rahardjo didampingi Asisten I Setprov Kaltara Sanusi berfoto bersama peserta dialog kebudayaan Biro Pengelolaan Perbatasan Negara Setprov Kaltara di Ruang Pertemuan Hotel Pangeran Khar, Kamis (28/9). (dok humas)