Nunukan (Antaranews-Kaltara) - Pengusaha lintas batas menginginkan adanya pelabuha ekspor impor di Kabupaten Nunukan, Kaltara demi legalitas pasokan produk kebutuhan pokok dari negara tetangga Malaysia.
Harapan ini diutarakan Amrin dari Himpunan Pengusaha Lintas Batas Nunukan-Tawau (Malaysia) di Nunukan, Jumat sekaitan dengan kendala yang dialaminya apabila tidak ada pelabuhan ekspor impor di Kabupaten Nunukan.
Ia berpandangan, sejumlah produk negeri tetangga (Malaysia) masih sangat dibutuhkan masyarakat di wilayah perbatasan RI dengan Malaysia di daerah itu karena produk dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kebutuhan pokok sehari-hari yang masih dibutuhkan dari Malaysia seperti gula pasir, tepung, minyak goreng dan sebagainya.
Meskipun pemerintah Indonesia telah berupaya mendatangkan produk dalam negeri melalui program tol laut tetapi belum maksimal. Sebab belum mampu menjangkau kebutuhan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil.
Oleh karena itu, impor kebutuhan pokok tertentu dari negeri jiran ke daerah itu masih diperlukan agar masyarakat perbatasan tidak kekurangan kebutuhan sehari-harinya khususnya di daerah terpencil.
Selain itu, keberadaan pelabuhan ekspor impor dibutuhkan karena pengusaha di Kabupaten Nunukan juga mengekspor sejumlah produk Indonesia ke Malaysia khususnya di Negeri Sabah.
"Sebaiknya di Nunukan ini ada pelabuhan ekspor impor supaya kegiatan berjalan lancar dan mudah pengawasannya," beber Aco sapaan Amrin.
Jika pelabuhan ekspor impor telah diadakan oleh pemerintah maka perdagangan lintas batas Nunukan-Tawau dan sebaliknya akan lancar.
Menanggapi kelayakan Pelabuhan Tunon Taka yang bisa dijadikan pelabuhan ekspor impor, Amrin menyatakan, tidak bisa karena khusus pelabuhan penumpang.
Sedangkan pelabuhan ekspor impor yang dibutuhkan cukup berukuran standar saja disesuaikan dengan kapal yang digunakan mengangkut barang dengan mesin kurang dari 100 PK.
Pelabuhan ekspor impor ini akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis di perbatasan sebagaimana dituangkan dalam BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina- East ASEAN Growith Area) yang masih memberlakukan perdagangan tradisional antar negara berbatasan.
Selain itu, perdagangan perbatasan juga dituangkan dalam "barter trade agreement" (BTA) 1970 yang merujuk dari "barter cross trade" (BCA) 1967 yang diratifikasi berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 34 tahun 1974. Dalam Lembaran Negara Nomor 36.
Harapan ini diutarakan Amrin dari Himpunan Pengusaha Lintas Batas Nunukan-Tawau (Malaysia) di Nunukan, Jumat sekaitan dengan kendala yang dialaminya apabila tidak ada pelabuhan ekspor impor di Kabupaten Nunukan.
Ia berpandangan, sejumlah produk negeri tetangga (Malaysia) masih sangat dibutuhkan masyarakat di wilayah perbatasan RI dengan Malaysia di daerah itu karena produk dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kebutuhan pokok sehari-hari yang masih dibutuhkan dari Malaysia seperti gula pasir, tepung, minyak goreng dan sebagainya.
Meskipun pemerintah Indonesia telah berupaya mendatangkan produk dalam negeri melalui program tol laut tetapi belum maksimal. Sebab belum mampu menjangkau kebutuhan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil.
Oleh karena itu, impor kebutuhan pokok tertentu dari negeri jiran ke daerah itu masih diperlukan agar masyarakat perbatasan tidak kekurangan kebutuhan sehari-harinya khususnya di daerah terpencil.
Selain itu, keberadaan pelabuhan ekspor impor dibutuhkan karena pengusaha di Kabupaten Nunukan juga mengekspor sejumlah produk Indonesia ke Malaysia khususnya di Negeri Sabah.
"Sebaiknya di Nunukan ini ada pelabuhan ekspor impor supaya kegiatan berjalan lancar dan mudah pengawasannya," beber Aco sapaan Amrin.
Jika pelabuhan ekspor impor telah diadakan oleh pemerintah maka perdagangan lintas batas Nunukan-Tawau dan sebaliknya akan lancar.
Menanggapi kelayakan Pelabuhan Tunon Taka yang bisa dijadikan pelabuhan ekspor impor, Amrin menyatakan, tidak bisa karena khusus pelabuhan penumpang.
Sedangkan pelabuhan ekspor impor yang dibutuhkan cukup berukuran standar saja disesuaikan dengan kapal yang digunakan mengangkut barang dengan mesin kurang dari 100 PK.
Pelabuhan ekspor impor ini akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis di perbatasan sebagaimana dituangkan dalam BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina- East ASEAN Growith Area) yang masih memberlakukan perdagangan tradisional antar negara berbatasan.
Selain itu, perdagangan perbatasan juga dituangkan dalam "barter trade agreement" (BTA) 1970 yang merujuk dari "barter cross trade" (BCA) 1967 yang diratifikasi berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 34 tahun 1974. Dalam Lembaran Negara Nomor 36.