Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memaparkan regulasi terbaru mengenai masa perpanjangan insentif pajak bagi wajib pajak untuk menghadapi dampak pandemi COVID-19 hingga 30 Juni 2021.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, memaparkan regulasi ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021 yang berlaku mulai 1 Februari 2021.
"Insentif ini dapat diberikan apabila kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak pada SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 atau pembetulan SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 telah sesuai dengan KLU pada ketentuan peraturan ini," katanya.
Baca juga: Sri Mulyani terus jaga keseimbangan APBN di tengah pandemi
Hestu mengatakan insentif yang diberikan sama dengan insentif ditanggung pemerintah sebelumnya dengan adanya penajaman yaitu untuk PPh Pasal 21, pajak UMKM, PPh Final Jasa Konstruksi, PPh Pasal 22 Impor, angsuran PPh Pasal 25, dan PPN.
Untuk PPh Pasal 21, insentif diberikan kepada karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), atau perusahaan di kawasan berikat.
Insentif dalam bentuk pajak yang tidak dipotong ini diberikan kepada karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.
Terkait pajak UMKM, pelaku UMKM mendapat insentif PPh final tarif 0,5 persen sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 (PPh Final PP 23) yang ditanggung pemerintah sehingga tidak perlu melakukan setoran pajak.
"Selain itu, pihak-pihak yang bertransaksi dengan UMKM juga tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM," kata Hestu.
Untuk PPh Final Jasa Konstruksi, insentif yang bertujuan untuk mendukung peningkatan penyediaan air ini diberikan kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).
Untuk PPh Pasal 22 Impor, insentif diberikan kepada Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 730 bidang usaha tertentu (sebelumnya 721 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.
Terkait angsuran PPh Pasal 25, insentif pengurangan angsuran sebesar 50 persen dari angsuran yang seharusnya terutang diberikan kepada Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.018 bidang usaha tertentu (sebelumnya 1.013 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.
Terakhir, untuk PPN, insentif percepatan restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar diberikan kepada pengusaha berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 725 bidang usaha tertentu (sebelumnya 716 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.
Hestu mengatakan Wajib Pajak yang sudah memiliki surat keterangan bebas (SKB) atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif untuk tahun pajak 2020, harus mengajukan permohonan SKB atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif kembali di tahun pajak 2021.
"Pengajuan permohonan, penyampaian pemberitahuan, dan laporan realisasi dilakukan secara online melalui www.pajak.go.id. Laporan realisasi disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya," katanya.
Sementara itu, pemberi kerja atau Wajib Pajak yang hendak memanfaatkan insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah atau pengurangan besarnya angsuran PPh pasal 25 mulai masa pajak Januari 2021, diberikan relaksasi penyampaian pemberitahuan sampai dengan 15 Februari 2021.
Di samping itu, pemberi kerja, Wajib Pajak UMKM, dan pemotong PPh final jasa konstruksi P3-TGAI yang akan memanfaatkan insentif PPh ditanggung pemerintah tahun pajak 2020 dapat menyampaikan laporan realisasi paling lambat 28 Februari 2021.
Baca juga: Pemerintah kenakan pajak dividen 7,5 persen untuk mitra investasi LPI
Baca juga: Pemerintah pungut pajak pulsa, voucer, token listrik mulai Februari
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, memaparkan regulasi ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021 yang berlaku mulai 1 Februari 2021.
"Insentif ini dapat diberikan apabila kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak pada SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 atau pembetulan SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 telah sesuai dengan KLU pada ketentuan peraturan ini," katanya.
Baca juga: Sri Mulyani terus jaga keseimbangan APBN di tengah pandemi
Hestu mengatakan insentif yang diberikan sama dengan insentif ditanggung pemerintah sebelumnya dengan adanya penajaman yaitu untuk PPh Pasal 21, pajak UMKM, PPh Final Jasa Konstruksi, PPh Pasal 22 Impor, angsuran PPh Pasal 25, dan PPN.
Untuk PPh Pasal 21, insentif diberikan kepada karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), atau perusahaan di kawasan berikat.
Insentif dalam bentuk pajak yang tidak dipotong ini diberikan kepada karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta.
Terkait pajak UMKM, pelaku UMKM mendapat insentif PPh final tarif 0,5 persen sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 (PPh Final PP 23) yang ditanggung pemerintah sehingga tidak perlu melakukan setoran pajak.
"Selain itu, pihak-pihak yang bertransaksi dengan UMKM juga tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM," kata Hestu.
Untuk PPh Final Jasa Konstruksi, insentif yang bertujuan untuk mendukung peningkatan penyediaan air ini diberikan kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan dari usaha jasa konstruksi dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).
Untuk PPh Pasal 22 Impor, insentif diberikan kepada Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 730 bidang usaha tertentu (sebelumnya 721 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.
Terkait angsuran PPh Pasal 25, insentif pengurangan angsuran sebesar 50 persen dari angsuran yang seharusnya terutang diberikan kepada Wajib pajak yang bergerak di salah satu dari 1.018 bidang usaha tertentu (sebelumnya 1.013 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.
Terakhir, untuk PPN, insentif percepatan restitusi dipercepat hingga jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar diberikan kepada pengusaha berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 725 bidang usaha tertentu (sebelumnya 716 bidang usaha), perusahaan KITE, atau perusahaan di kawasan berikat.
Hestu mengatakan Wajib Pajak yang sudah memiliki surat keterangan bebas (SKB) atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif untuk tahun pajak 2020, harus mengajukan permohonan SKB atau menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif kembali di tahun pajak 2021.
"Pengajuan permohonan, penyampaian pemberitahuan, dan laporan realisasi dilakukan secara online melalui www.pajak.go.id. Laporan realisasi disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya," katanya.
Sementara itu, pemberi kerja atau Wajib Pajak yang hendak memanfaatkan insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah atau pengurangan besarnya angsuran PPh pasal 25 mulai masa pajak Januari 2021, diberikan relaksasi penyampaian pemberitahuan sampai dengan 15 Februari 2021.
Di samping itu, pemberi kerja, Wajib Pajak UMKM, dan pemotong PPh final jasa konstruksi P3-TGAI yang akan memanfaatkan insentif PPh ditanggung pemerintah tahun pajak 2020 dapat menyampaikan laporan realisasi paling lambat 28 Februari 2021.
Baca juga: Pemerintah kenakan pajak dividen 7,5 persen untuk mitra investasi LPI
Baca juga: Pemerintah pungut pajak pulsa, voucer, token listrik mulai Februari
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto