Chicago (ANTARA) - Emas kembali merosot pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), memperpanjang penurunannya untuk hari kedua berturut-turut, tertekan oleh kenaikan dolar dan imbal hasil obligasi pemerintah AS setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengisyaratkan tidak ada langkah segera untuk mengatasi lonjakan imbal hasil obligasi.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April di divisi COMEX New York Exchange, terpuruk lagi 15,10 dolar AS atau 0,88 persen, menjadi ditutup pada 1.700,70 dolar AS per ounce, merupakan penyelesaian terendah sejak Juni, setelah menyentuh level terendah di 1.693,90 dolar AS.
Sehari sebelumnya, Rabu (3/3/2021), emas berjangka terpangkas 17,8 dolar AS atau 1,03 persen menjadi 1.715,80 dolar AS, setelah terangkat 10,6 dolar AS atau 0,62 persen menjadi 1.733,60 dolar AS pada Selasa (2/3/2021), dan merosot 5,8 dolar AS atau 0,34 persen menjadi 1.723,00 dolar AS pada Senin (1/3/2021).
"Harga emas sekali lagi berada di bawah tekanan karena imbal hasil riil telah melonjak menyusul kekecewaan pasar atas pernyataan Ketua Fed Powell," kata analis Standard Chartered, Suki Cooper.
Ketua Federal Reserve mengatakan di webinar Wall Street Journal pada Kamis (4/3/2021) bahwa dia akan prihatin tentang pergerakan tidak teratur di pasar obligasi yang mendorong dolar AS menguat, tetapi menyatakan itu belum berdampak material pada kondisi keuangan.
Kenaikan imbal hasil AS baru-baru ini telah mengikis daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi karena meningkatkan potensi kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil. Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik melewati 1,5 persen pada Kamis (4/3/2021).
Sementara itu, dolar mencapai puncaknya sejak Desember 2020. Emas kemungkinan akan bergerak lebih rendah dari sini, kata Phillip Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures di Chicago.
"Likuidasi ETF (Exchange Traded Funds/reksa dana terbuka berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa) juga masih sangat kuat. Anda memiliki terlalu banyak orang yang membelinya di tingkat yang lebih tinggi ini ... Mereka pada akhirnya akan menyerah begitu saja," tambah Streible.
Kepemilikan ETF berbasis emas terbesar di dunia, SPDR Gold Trust, turun ke level terendah sejak Mei 2020 pada Rabu (3/3/2021).
Sementara itu, data ekonomi yang dirilis pada Kamis (4/3/2021) beragam. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa 745.000 mengajukan klaim pengangguran awal pada pekan yang berakhir 27 Februari, lebih tinggi dari 736.000 klaim yang diajukan pada pekan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih jauh dari pemulihan.
Departemen Perdagangan AS juga melaporkan pesanan pabrik melonjak 2,6 persen pada Januari, setelah naik 1,6 persen pada Desember. Investor juga menunggu laporan pekerjaan bulanan Februari yang akan dirilis pada Jumat waktu setempat.
Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Mei turun 92,6 sen atau 3,51 persen menjadi ditutup pada 25,461 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman April anjlok 46,5 dolar AS atau 3,93 persen menjadi menetap di 1.135,30 dolar AS per ounce.
Adapun harga emas Antam retro terdiskon dari sebelumnya Rp875.000 per gram menjadi Rp869.000 per gram pada Jumat, 5 Maret 2021.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman April di divisi COMEX New York Exchange, terpuruk lagi 15,10 dolar AS atau 0,88 persen, menjadi ditutup pada 1.700,70 dolar AS per ounce, merupakan penyelesaian terendah sejak Juni, setelah menyentuh level terendah di 1.693,90 dolar AS.
Sehari sebelumnya, Rabu (3/3/2021), emas berjangka terpangkas 17,8 dolar AS atau 1,03 persen menjadi 1.715,80 dolar AS, setelah terangkat 10,6 dolar AS atau 0,62 persen menjadi 1.733,60 dolar AS pada Selasa (2/3/2021), dan merosot 5,8 dolar AS atau 0,34 persen menjadi 1.723,00 dolar AS pada Senin (1/3/2021).
"Harga emas sekali lagi berada di bawah tekanan karena imbal hasil riil telah melonjak menyusul kekecewaan pasar atas pernyataan Ketua Fed Powell," kata analis Standard Chartered, Suki Cooper.
Ketua Federal Reserve mengatakan di webinar Wall Street Journal pada Kamis (4/3/2021) bahwa dia akan prihatin tentang pergerakan tidak teratur di pasar obligasi yang mendorong dolar AS menguat, tetapi menyatakan itu belum berdampak material pada kondisi keuangan.
Kenaikan imbal hasil AS baru-baru ini telah mengikis daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi karena meningkatkan potensi kerugian memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil. Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun naik melewati 1,5 persen pada Kamis (4/3/2021).
Sementara itu, dolar mencapai puncaknya sejak Desember 2020. Emas kemungkinan akan bergerak lebih rendah dari sini, kata Phillip Streible, kepala strategi pasar di Blue Line Futures di Chicago.
"Likuidasi ETF (Exchange Traded Funds/reksa dana terbuka berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa) juga masih sangat kuat. Anda memiliki terlalu banyak orang yang membelinya di tingkat yang lebih tinggi ini ... Mereka pada akhirnya akan menyerah begitu saja," tambah Streible.
Kepemilikan ETF berbasis emas terbesar di dunia, SPDR Gold Trust, turun ke level terendah sejak Mei 2020 pada Rabu (3/3/2021).
Sementara itu, data ekonomi yang dirilis pada Kamis (4/3/2021) beragam. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa 745.000 mengajukan klaim pengangguran awal pada pekan yang berakhir 27 Februari, lebih tinggi dari 736.000 klaim yang diajukan pada pekan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih jauh dari pemulihan.
Departemen Perdagangan AS juga melaporkan pesanan pabrik melonjak 2,6 persen pada Januari, setelah naik 1,6 persen pada Desember. Investor juga menunggu laporan pekerjaan bulanan Februari yang akan dirilis pada Jumat waktu setempat.
Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Mei turun 92,6 sen atau 3,51 persen menjadi ditutup pada 25,461 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman April anjlok 46,5 dolar AS atau 3,93 persen menjadi menetap di 1.135,30 dolar AS per ounce.
Adapun harga emas Antam retro terdiskon dari sebelumnya Rp875.000 per gram menjadi Rp869.000 per gram pada Jumat, 5 Maret 2021.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi