Jakarta (ANTARA) - Para peneliti dari University of South Australia dalam studi mereka menunjukkan terdapat hubungan antara kadar vitamin D yang rendah dengan peningkatan risiko demensia atau pikun.

Para peneliti menggunakan data dari lebih dari 294.000 responden di Biobank Inggris. Mereka menganalisis bagaimana tingkat vitamin D yang berbeda berdampak pada risiko demensia.

Demensia atau pikun, adalah penyakit yang menyebabkan sel otak memburuk dan mati lebih cepat dari biasanya. Ini bukan bagian dari proses penuaan normal, dan pada saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan Demensia. Demensia menyebabkan penurunan kemampuan mental, penilaian dan perilaku.

Risiko demensia diprediksi 54 persen lebih tinggi pada mereka yang memiliki kadar vitamin D 25 nmol/L dibandingkan dengan responden yang memiliki kadar vitamin D normal (50 nmol/L).

Dalam beberapa populasi yang diteliti, studi tersebut menunjukkan bahwa hingga 17 persen kasus demensia dapat dicegah jika kadar vitamin D ditingkatkan ke tingkat normal (50 nmol/L).

Baca juga: Tes SAGE bantu deteksi dini kemungkinan demensia

Baca juga: Alzheimer's Indonesia: Lansia dengan demensia dapat divaksin COVID-19

“Studi kami adalah yang pertama yang menguji efek tingkat vitamin D yang sangat rendah pada risiko demensia dan stroke, menggunakan analisis genetik yang kuat di antara populasi besar,” kata peneliti senior studi tersebut sekaligus Direktur UniSA’s Australian Centre for Precision Health Prof. Elina Hyppönen, dikutip dari Healthline pada Minggu.

Ahli geriatri dan Direktur Kesehatan Kognitif Geriari di Providence Saint John’s Health Center, Scott Kaiser, merespon studi tersebut dengan berpendapat bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi penyebab apakah kadar vitamin D yang rendah benar-benar meningkatkan risiko demensia, mengingat studi baru menunjukkan hubungan antara vitamin D dan risiko demensia.

Jika terdapat penelitian lebih lanjut, Kaiser mengatakan hal itu bisa berguna sebagai upaya untuk menurunkan risiko demensia. Menurutnya, penelitian layak diselidiki lebih lanjut sehingga dapat mengetahui jenis vitamin D seperti apa yang dapat dikonsumsi kelompok berisiko tinggi.

“Ini adalah studi yang sangat menarik dan menambah area penyelidikan yang sangat penting antara vitamin D dan risiko demensia,” kata Kaiser kepada Healthline.

Demensia merupakan istilah umum untuk berbagai gejala, termasuk kehilangan ingatan dan kesulitan kognisi yang memengaruhi kehidupan sehari-hari. Alzheimer adalah bentuk paling umum dari demensia. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan terdapat 5,8 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dengan penyakit Alzheimer atau demensia terkait.

Profesor kedokteran klinis di Departemen Endokrinologi, Gerontologi, dan Metabolisme di Universitas Stanford, Marilyn Tan, berpendapat yang terpenting dari penelitian tersebut ialah sebagai pengingat agar semakin banyak orang yang menyadari pentingnya perawatan kesehatan secara teratur, melakukan pemeriksaan rutin, dan memeriksakan kondisi kesehatan melalui laboratorium.

“Mungkinkah ada manfaat tambahan (pada vitamin D) untuk mengurangi risiko demensia? Bisa jadi. Tetapi saya pikir itu terlalu sulit untuk dikatakan karena kita tidak memiliki percobaan yang memberikan intervensi suplementasi vitamin D untuk menunjukkan peningkatan risiko demensia,” katanya.

Baca juga: Gaya hidup sehat dan pendekatan spiritual bisa bantu cegah demensia

Baca juga: Dokter sarankan skrining bila temukan gejala awal demensia Alzheimer

Baca juga: Minum kopi dan teh berisiko lebih rendah terkena stroke dan demensia

Pewarta: Rizka Khaerunnisa


Pewarta : Redaksi
Editor : Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2024